5 Pelajaran Berharga dari Film Terbang : Menembus Langit

Beberapa tahun terakhir ini saya makin terpukau dengan gairah para insan film Indonesia. Seperti tak putus-putus berkarya. Genre-nya pun makin variatif. Para sineas yang didominasi oleh orang muda ini kelihatannya memang tengah bersemangat bereksplorasi. Sungguh membanggakan.

Makanya, ketika mendapat tawaran untuk mengikuti meet & greet yang diikuti dengan nobar Film Terbang : Menembus Langit, saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Toh, lokasi acara tidak jauh dari tempat saya tinggal.

Film Terbang : Menembus Langit ini dikategorikan sebagai film biopic, kependekan dari biographical motion picture. Jenis film yang mendramatisasi kehidupan orang atau tokoh dalam kehidupan nyata. Film-film semacam itu menampilkan kehidupan dari seorang tokoh sejarah dan menggunakan nama asli dari karakter utama. (Wikipedia)

Onggy Hianata , seorang keturunan Tionghoa yang kini berprofesi sebagai motivator ternama dan pendiri Freedom Faithnet Global (FFG), adalah tokoh inspirasi dibalik film besutan sutradara Fajar Nugros ini. Jujur saja, saya sendiri tidak familiar dengan sosok Onggy Hianata. Sempat dilanda kebingungan juga, kenapa tokoh ini yang diangkat kisahnya menjadi film. Biar begitu, saya toh cukup percaya dengan insting si penulis dan sutradara Fajar Nugros. Saya menikmati sejumlah karyanya seperti Cinta Brontosaurus, dan 7/24. Tipikal film yang mengangkat tema keseharian, yang relate dengan hidup kita tapi memiliki makna yang cukup dalam.
Onggy Hianata, sosok inspirasi film Terbang Menembus Langit (sumber foto : networkingtimes.com)
Film ini didukung sejumlah aktor dan aktris yang cukup terkenal , seperti Dion Wiyoko, Laura Basuki, Aline Adita dan masih banyak lagi. Dan seperti yang sudah saya duga, film Terbang: Menembus Langit ini disajikan dengan cukup ringan. Cara penuturannya sederhana, sehingga penonton tidak perlu sampai mengerutkan dahi, pasang sajen dan puasa 7 hari 7 malam untuk mendapat pelajaran berharga dari film ini.

Selayaknya film biopic, sentral film ini adalah sosok Onggy Hianata. Kisah dimulai dari kehidupan masa kecil Onggy di Tarakan - Kalimantan Utara, kota kelahirannya. Onggy, yang kerap di sapa Ah Chun itu merupakan anak kedelapan dari sembilan bersaudara. Ayahnya, Ong Tjoi Moy hanya seorang pegawai di toko kelontong di Tarakan. Hidup mereka serba pas-pasan karena gajinya sangat kecil.

Kehidupan masa kecil yang dihimpit kemiskinan, membuat Ah Chun remaja akhirnya nekat merantau ke Surabaya. Sembari kuliah, ia pun mulai menjajal sejumlah usaha. Mulai dari jualan jagung bakar, kerupuk, dan masih banyak lagi. Usaha tidak pernah mulus, bahkan bisa dibilang selalu gagal. Tapi laki-laki ini tidak putus semangat hingga akhirnya berhasil “terbang menembus langit”

Oke, mari kita kesampingkan pembicaraan mengenai teknis film, karena saya toh bukan orang yang ahli di bidang itu. Mari kita highlight saja nilai-nilai berharga apa yang bisa kita dapat setelah menonton film ini.

1. Nasionalisme
Pesan nasionalisme diselipkan dengan cukup jelas dalam kisah hidup pria keturunan Tionghoa ini. Menurut saya, ini adalah langkah berani yang cukup cerdik untuk mengeliminir sentimen pribumi dan non pribumi yang kian mengkhawatirkan beberapa tahun terakhir. Dalam beberapa scene, rasa nasionalisme Onggy diperlihatkan cukup jelas. Seperti saat ia meminta izin kepada kakaknya untuk merantau ke Jawa. Kakaknya melarang. Ia meminta Onggy agar tidak berharap terlalu tinggi, karena mereka China. Pernyataan yang dijawab dengan tegas oleh Onggy, “Indonesia! Keturunan China.” 

Scene lainnya, saat kerusuhan 98 terjadi dan Onggy ditanya oleh seorang tetangganya. Mengapa ia tidak pergi keluar negeri seperti orang-orang keturunan China lainnya, yang dijawab diplomatis pula oleh Onggy, “Mau kemana lagi, Bang? Ini kampung saya.”

Namun, scene yang paling epic menurut saya adalah pasca kerusuhan 98, saat Onggy diminta oleh warga kampungnya untuk ikut mengibarkan bendera merah putih. Bagian ini sungguh membuat saya terharu. Indonesia adalah Indonesia. Untuk menjadi bangsa yang besar, kita harus meninggalkan dikotomi pribumi dan non pribumi. Itu basi! Seorang Indonesia adalah orang yang darah, air mata dan keringatnya dicurahkan hanya untuk bumi pertiwi ini. Tidak masalah apakah dia berkulit putih, bermata sipit, berkulit gelap, berambut keriting, atau berhidung pesek. Selama hatinya Indonesia, dia adalah Indonesia. Bukankah begitu?

2. Harmonis dalam kemajemukan
Film ini membawa saya kembali pada kenangan hidup rukun dalam kemajemukan Indonesia di masa lalu. Bergaul dengan orang-orang yang berbeda suku, ras dan agama membuat kita kian paham mengenai kehidupan. Seperti yang dialami Onggy dalam perantauannya di Surabaya. Ia harus hidup dalam kamar kost berukuran 3 x 2,7 m2. Bersama teman-temannya dari Fak-fak, Papua, Medan, dan Tasikmalaya. Meski kerap beradu pendapat, keempatnya menjalin pertemanan yang mesra. Bahkan, saat kali pertama, Onggy mencoba berbisnis, teman-temannya ini pulalah yang ikut membantu berjualan.

Harus saya akui, scene-scene kehidupan Onggy selama hidup di rumah kost ini adalah bagian yang paling menarik. Kita bisa melihat orang-orang berbeda suku yang bicara dalam beragam dialek, berinteraksi. Kadang, konyol, diselingi dengan salah paham, keusilan namun saling menghormati dan menghargai satu salam lain.

Akting para pemain pendukung di scene-scene rumah kost ini layak diacungi jempol. Ibu kost yang blak-blakan dimainkan dengan sangat apik oleh Dayu Wijanto, galak tapi baik hati. Sementara itu, rekan-rekan Onggy di kost diperankan oleh para komika seperti Mamat Alkatiri, Fajar Nugra, dan Indra Jegel. Saya nggak nyangka para komika ini berbakat menjadi actor. Akting mereka terlihat natural, santai. Dan satu sosok lagi yang muncul sesekali tapi kehadirannya cukup membekas adalah Cak Kartolo sebegai tukang nasi goreng. Seniman terkenal di Jawa Timur ini memang sangat mumpuni dalam berakting, Makanya meski kemunculannya di film ini hanya sekilas, namun sangat berkesan.

3. Keterbatasan bukan penghalang sukses
Film ini menghapus stereotype saya tentang orang keturunan China. Ternyata, tidak semua orang China di Indonesia terlahir kaya. Sebagian malah hidup sangat miskin, ditambah segala pembatasan yang diberlakukan pemerintah orde baru kepada mereka, seperti tidak boleh menjadi tentara dan pegawai negeri maka mereka harus berjuang ekstra keras untuk mendapat kehidupan yang lebih baik. Dan tidak ada pilihan lain selain berdagang.

Tengoklah Onggy, laki-laki ini hidup di keluarga miskin. Tinggal nun jauh di Tarakan pula. Saya bisa bayangkan kehidupan Tarakan di era itu, antara 1970 hingga 1980-an, karena saya sendiri lahir dan besar di Bontang, Kalimantan Timur. Bayangkan sajalah, salah satu akses keluar terbesar dari Kalimantan ke Pulau Jawa saat itu, di masa orde baru, adalah Balikpapan. Jaraknya kurang lebih lima jam melalui jalan darat dari Bontang. Dan Tarakan, itu masih jauuuuuuuuuuh lagi di sebelah utara Bontang, mungkin memakan waktu lebih dari 7 jam perjalanan dengan darat dan jalur air. Jadi, pikirkan sendirilah bagaimana kesulitan yan ditempuh Onggy saat pertama kali merantau ke Surabaya. Oia, jangan bayangkan jalan disana di masa itu semulus jalan sekarang ya. Di masa itu, hanya sebagian jalan saja yang diaspal, sisanya berupa jalan tanah yang kadang berlumpur.

4. Kunci sukses ala Tionghoa
Film Terbang : Menembus Langit juga memberi kita sedikit bocoran tentang nilai-nilai luhur orang-orang China yang diwariskan kepada anaknya agar hidup sukses dan bahagia. Petuah-petuah itu disampaikan dalam setiap nasihat yang disampaikan oleh Ong Tjoi Moy, kepada anak-anaknya. Seperti misalnya, “satu makan, semua makan.”
sumber foto : bulungan.prokal.co
Lalu ada lagi yang paling saya ingat adalah, untuk sukses butuh kerja keras dan kerja sama. Dan yang harus diingat selalu adalah petuah terakhir Ong Tjoi Moy, yang disampaikan di akhir hayatnya yaitu selalu jaga nama baik dan integritas. Kelihatan sederhana? Tapi penerapannya di kehidupan sebenarnya juga tidak mudah. Coba saja pikir, untuk mencapai kesuksesan, materi berlimpah berapa kali kita tergoda untuk berlaku curang? Membuat kita mempertaruhkan nama baik? Mereka yang kehilangan nama baik akan kehilangan kepercayaan orang. Dan bagaimana kita bisa sukses bila orang tidak lagi mempercayai kita?

5. Pantang menyerah
Sepanjang film ini, kita bakal terus-terusan disajikan kegagalan usaha Onggy. Sedih sebenarnya, kayak hidup kok nggak ada senang-senangnya. Usaha apapun yang ia lakukan selalu berakhir kegagalan. Dagang ditipu orang, uang gaji dibawa lari, membuat penawaran kesana kemari ditolak. Melamar kerja kesana kesini ditolak juga. Sementara itu, ada keluarga yang harus dibiayai, bahkan biaya istri melahirkan pun terkasa utang. Ngenes banget!

Saya jadi merasa sangat beruntung dibanding Onggy saat itu. Tapi Onggy memang punya mental baja. Tangguh. Tentu saja itu juga karena ia mendapat sokongan dan dukungan semangat dari istri dan kakak-kakaknya. Duh enak kan kalau rukun dengan keluarga?

Serius! Kalau saya jadi Onggy mungkin saya nggak bakal sanggup bertahan sampai ke titik itu. Onggy sebenarnya sudah sempat hidup stabil dengan gaji yang ia peroleh sebagai karyawan pabrik tekstil. Namun, hasratnya membawa ia ke arah lain. Ia ingin hidup mandiri dan bebas, menjalani passion-nya.

Tidak ada yang salah bila seseorang menjadi karyawan. Itu tergantung karakter, dan panggilan hatinya. Namun buat orang seperti Onggy yang punya mimpi terbang hingga menembus langit, yang paling penting adalah terus berusaha untuk menemukan jalan hidupnya. Onggy akhirnya menemukan passionnya sebagai motivator, berbagi kisah dan inspirasi. Namun sebagai konsekuensi, jalan yang ditempuh memang tidak mudah. Ada banyak resiko besar yang harus dilalui, seperti yang dijalani Onggy. Ini mirip seperti pesan dalam lagu The Greatest Love of All  yang dipopulerkan Whitney Houston.
...Everybody searching for a hero

People need someone to look up to

I never found anyone who fulfill my needs
A lonely place to be
And so I learned to depend on me
I decided long ago

Never to walk in anyone's shadows

If I fail, if I succeed
At least I'll live as I believe
No matter what they take from me
They can't take away my dignity...

Nah, banyak kan pelajaran yang bisa kita petik dari film ini. Kalau penasaran lihat jatuh bangunnya Onggy hingga bisa terbang menembus langit, nonton aja filmnya yang mulai tayang di bioskop seluruh Indonesia 19 April 2018.

Semoga jadi tambah tahu ya

5 komentar

  1. Suka mbak reviewnya. Nyesel gak ikut nonton

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masi bisa ntn nanti tgl 19 April. Tapi bayar tiket sendiri y 😅

      Hapus
  2. keren mbak terimakasih review filemnya walau kurang suka filem model kaya gini tapi kalo itu dari Indonesia asli tetep didukung lah :-D
    cara mengatasi keringan buntet / biang keringat

    BalasHapus