Shopee PayLater haram? Agak terdengar provokatif ya. Apalagi, kalau yang mendengarkan kalimat ini seorang muslim, yang karena satu dan beberapa alasan menjadi pengguna PayLater. Bisa jadi, pernyataan bahwa PayLater haram, bikin perasaan jadi campur aduk.
Saya sendiri, jujur, agak terperangah saat kali pertama mendengar hal ini. Memangnya apa yang salah dengan Shopee PayLater? Bukankah lembaga resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah mengeluarkan izin resmi pada Shopee PayLater. Berarti harusnya nggak ada masalah dong..
Lantas kenapa jadi haram?
Senin, 26 Juni 2023 silam, saya mendengarkan langsung penjelasan dari Hatta Syamsuddin, Lc.,M.H.I, anggota Dewan Pengawas Syariah DPS Lazis Jateng tentang Penggunaan Shopee PayLater dalam Perspektif Hukum Islam. Acara ini digelar sebagai bagian kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat, Grup Riset Hukum Islam dan Peradaban, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS).
Jual Beli dalam Islam
Mengawali penjelasannya, Hatta menyebut bahwa Islam memandang transaksi jual beli sebagai kegiatan yang sah dan penuh berkah bila dijalankan sesuai aturan. Bahkan Rasulullah pun mencari nafkah dengan cara berdagang.
Pun begitu, lanjut dia, Islam juga memiliki pengaturan yang ketat dalam pelaksanaan jual beli. Tujuannya, tentu saja, tak lain tak bukan adalah agar jual beli bisa dilakukan saling menguntungkan, jujur dan adil. Sehingga tidak ada satu pihak pun yang dirugikan.
Dengan kata lain, transaksi jual beli bisa adalah perbuatan yang halal, namun bisa menjadi haram bila pelaksanaannya diwarnai tipu muslihat, atau kesepakatan terselubung yang berpotensi merugikan salah satu pihak.
Lebih lanjut, dosen yang kini tengah menjalani pendidikannya di S3 Hukum Ekonomi Syariah UII tersebut menjelaskan, ada 7 faktor yang menyebabkan transaksi jual beli jadi TERLARANG, yaitu :
- Pelaku akad/wewenang bukan pemilik sah dari barang yang ditransaksikan
- Objek yang diperjual belikan merupakan barang haram, atau najis
- Waktu dan kondisi yang memicu terjadi perbuatan tidak baik, seperti melakukan jual beli saat adzan Jumat
- Mengandung potensi kezaliman
- Mengandung ketidakjelasan
- Mengandung spekulasi Maysir
- Mengandung usur riba
Perkembangan PayLater
Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi digital membuat transaksi jual beli bertransformasi.
Kalau dulu transaksi dilakukan dengan mempertemukan penjual dan pembeli secara langsung, kini kegiatan itu dengan mudah bisa dilakukan secara daring.
Lantas apakah itu membuat transaksi jual beli jadi dilarang? Tentu tidak. Dijelaskan Hatta, selama jual beli dilakukan sesuai syariah dan tidak melanggar 7 faktor yang disebut sebelumnya, transaksi jual beli tetap diperbolehkan.
Masalahnya, selain mengubah cara bertransaksi, perkembangan digital juga menawarkan opsi baru terkait cara pembayaran, yaitu dengan sistem PayLater. Belanja sekarang, bayar belakangan.
Nggak hanya satu dua, kini hampir semua platform belanja yang ada di Indonesia menawarkan kemudahan pembayaran dengan sistem cicilan begini. Salah satu yang memiliki pengguna terbesar adalah Shopee PayLater.
Fitur PayLater memberikan limit kredit untuk fasilitas pinjaman kepada para pengguna platform belanja. Pengguna bisa membayarkan belanjaannya dengan tenor angsuran tertentu.
Mengutip hasil riset Kredivo dan Katadata Insight Center, Hatta menjelaskan bahwa penggunaan PayLater di e-commerce selama tahun 2022 mengalami peningkatan sampai 38%. Lonjakan yang cukup tinggi bila dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 28%.
Fenomena ini kemungkinan juga didorong gencarnya promo penggunaan PayLater oleh platform marketplace. Ditambah lagi ada banyak kemudahan dan fleksibilitas dan pembayaran cicilan dan tenor cicilan yang lumayan panjang, makin menstimulus hasrat konsumtif para pengguna.
Faktor lain yang mendorong konsumen memilih fitur PayLater adalah kemudahan persyaratan dalam pengajuan cicilan, dan adanya izin dari Lembaga resmi yang membuat pengguna merasa aman menggunakan fitur ini.
Hasil riset yang sama juga menunjukan bahwa sekitar 49% konsumen yang disurvei menggunakan PayLater sekali dalam sebulan. Lumayan banyak ya…
Riset lainnya, yaitu survei Daily Social, menyebutkan layanan PayLater terpopuler sepanjang 2021 adalah Shopee PayLater yang digunakan oleh 78,4% . Menyusul diurutan berikutnya Gopay Later sebanyak 33,8%.
Shopee PayLater dalam Perspektif Hukum Islam
Kian massifnya promo penggunaan fitur PayLater harus diakui memancing konsumen untuk makin rajin berhutang. Saya pun sempat tertarik menggunakan fitur ini karena tergoda dengan besarnya potongan diskon yang bisa didapat bila membayar dengan fitur PayLater.
Bayangkanlah, gimana nggak makin semangat belanja kalau bayarnya bisa dicicil, dan itupun masih bisa dapat potongan harga. Kalau dihitung-hitung sepintas, kita sebagai konsumen memang menang banyak.
Tapi apa benar begitu?
Satu hal yang kerap diabaikan pengguna PayLater adalah detail syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemilik platform.
Hatta menjelaskan, setidaknya ada 3 poin dalam prosedur penggunaan Shopee PayLater yang tidak sesuai dengan Hukum Islam. Ketiga poin bermasalah tersebut, adalah :
1. Biaya Penanganan
Dalam syarat prosedur ini disebutkan bahwa pengguna harus membayar biaya penanganan sebesar 1% per transaksi. Jadi misal kita melakukan pembelian Rp 100.000, maka biaya penanganan yang dikenakan adalah Rp 1.000.
Penetapan biaya penanganan ini dinilai mengarah pada tambahan yang bersifat riba. Karena ditetapkan dalam bentuk prosentase. “Harusnya sejak awal ditetapkan nilai pastinya, bukan disebut dalam bentuk prosentase. Kalau pakai prosentase bisa dikategorikan riba,” jelas Hatta.
2. Suku Bunga
Shopee PayLater menetapkan suku bunga 2,95% per transaksi. Dijelaskan pada laman Shopee tentang prosedur PayLater, jumlah bunga berkaitan dengan fasilitas pinjaman akan ditentukan dalam perjanjian pinjaman.
Ditambahkan Hatta, penentapan bunga pinjaman yang ditentukan diawal bisa dikategorikan sebagai Riba Qardh. “Beda kasusnya, bila kita meminjam, lalu saat mengembalikan hutang kita memberi kelebihan. Kalau begitu malah diperbolehkan,” tuturnya lagi.
3. Denda
Bila terjadi keterlambatan, kita akan dikenai denda sebesar 5% dari seluruh total tagihan. Diterangkan juga dalam penjelasan ketentuan tersebut, bahwa bila kita melakukan pembayaran sebagian tagihan, jumlah itu bakal dipakai untuk membayar bunga dulu. Pembayaran denda juga tidak akan menambah batas kredit kita.
Menurut Hatta, pasal mengenai pengenaan denda keterlambatan ini dikategorkan sebagai Riba Nasiah yang diharamkan.
“Dari 5 prosedur PayLater ada 3 hal yang tidak sesuai hukum Islam. Maka bisa dikatakan bahwa Shopee PayLater ini haram,” tegas Hatta.
Alternatif PayLater yang sesuai Syariah Islam
Terkait pernyataan bahwa Shopee PayLater haram, menurut Hatta, sudah pernah dikemukakan banyak pihak. Bahkan kalangan ulama di negeri jiran juga pernah mengatakan hal yang sama.
Sayangnya, hingga saat ini tidak ada respon dari pihak shopee maupun reaksi dari masyarakat muslim. Penggunaan fitur PayLater masih marak, malah terus meningkat.
“Kemungkinan memang banyak yang belum tahu bahwa ketentuan dalam PayLater itu tidak sesuai syariah Islam. Karena itu hal ini perlu disosialisikan,” sebutnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan ada beberapa modifikasi atau perbaikan yang bisa dilakukan Shopee agar layanan PayLater bisa sesuai dengan syariah Islam.
Beberapa solusi yang ditawarkan adalah :
- Skema Kafalah bil Ujrah, dengan menggandeng bank syariah sebagai pemberi jaminan kepada merchant.
- Skema Hawalah bil Ujrah, yaitu utang konsumen dialihkan ke bank syariah.
- Skema Jualah (sayembara) قال الشافعية لو قال لغيره اقترض لي مائة ولك علي عشرة فهو جعالة “Ulama kalangan Syafiiyah berkata: “Seandainya ada orang yang berkata kepada rekannya: Carikan aku utangan sebesar 100, dan kamu akan mendapatkan dariku 10%-nya.” Maka akad seperti ini masuk kelompok ju’alah (sayembara).” (al-Mausu’atu al-Fiqhiyy)
Saya yakin, hal ini akan memunculkan berbagai pendapat, pro dan kontra. Karena itu, nggak ada salahnya kalau pihak-pihak yang terlibat dan berkepentingan mulai menelaah kembali mengenai prosedur dan ketentuan layanan Shopee PayLater.
Semoga jadi tambah tahu.
Tidak ada komentar