Jawabnya, ada.
Kegunaan rapor, sesungguhnya sebagai alat dan bantuan acuan bagi satuan pendidikan melakukan identifikasi, refleksi dan pembenahan untuk meningkatkan kualitas sumber pembelajaran.
Dan kini mengembangkan kualitas di level satuan pendidikan tidak sporadis lagi. Artinya, perencanaan kerja satuan pendidikan ditetapkan dengan mengacu pada alat ukur yang jelas. Tidak asal-asalan.
Kalau dulu –mungkin—terkesan sekadar formalitas saja, sekarang tidak lagi. Dengan memanfaatkan data pada rapor pendidikan, para pemaku kebijakan bisa mengetahui bagaimana skala pelaksanaan pendidikan di setiap sekolah.
Berbasis data. Ya, itulah tujuan dari kemunculan rapor pendidikan versi baru 2.0 yang baru saja dirilis Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Rapor pendidikan versi 2.0 sekarang tidak lagi cuma bisa diakses ‘petinggi satuan pendidikan’ saja –seperti hanya kepala sekolah. Saat ini: semua dapat mengaksesnya. Baik itu, kepala sekolah, guru, tenaga satuan kependidikan, maupun operator satuan pendidikan sama-sama dapat mengaksesnya.
Tentu saja hal ini merupakan langkah maju. Rapor pendidikan versi 2.0 lebih bersifat terbuka.
Dengan begitu tidak ada lagi yang ditutupi dari perkembangan di masing-masing satuan pendidikan.
Jelas sekali, bahwa perilisan rapor pendidikan versi 2.0 ini merupakan langkah Kemendikbudristek yang berkomitmen membangun kemajuan setiap satuan pendidikan melalui cara transparan.
Bukan hanya segelintir pemangku kepentingan pendidikan saja yang mengetahui sejauh mana perkembangan sekolahnya.
Lalu apa manfaatnya kalau semua pemangku kepentingan bisa mengakses rapor?
Begini, jika kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, serta operator satuan pendidikan bisa mengetahui hasil rapor pendidikan, maka semua pihak itu bakal dapat memberikan saran. Makin banyak yang sumbang saran, tentu hasilnya makin baik bukan?
Setiap unsur di satuan pendidikan tadi dapat menyumbangkan ide perencanaan apa yang sebaiknya dilakukan ke depan berdasarkan laporan rapor pendidikan 2.0 yang dibacanya. Pada gilirannya, target untuk memajukan satuan pendidikan pun dapat lebih terarah dan ‘matang’.
Kini, selain menyajikan data, rapor pendidikan juga memuat pendapat dari setiap pihak dari satuan pendidikan yang terlibat langsung dalam proses pendidikan siswa.
Inilah kerja berbasis data untuk kemajuan setiap satuan pendidikan di Indonesia…
Bukan lagi sekadar aktivitas corat-coret, seolah penyampaian laporan perkembangan pendidikan, namun sebenarnya tidak memuat cukup data untuk mengetahui sejauh mana capaian kerja pendidikan yang telah ditempuh.
Rapor pendidikan sekarang, beda dengan rapor zaman dulu yang nyaris mustahil bakal menampilkan tingkat literasi, remunerasi, karakter pelajar, bakat minat siswa, kemampuan siswa menghargai keberagaman, dan lainnya di lingkungan satuan pendidikan terkait.
Melalui kehadiran rapor pendidikan versi 2.0, Kemendikbudristek mengubah pola kerja lama menjadi lebih sistematis dan terpadu.
Rapor pendidikan 2.0 merupakan pijakan dalam membangun kualitas setiap satuan pendidikan yang lebih menonjolkan kerja sama dan transparansi.
Keterlibatan seluruh unsur satuan pendidikan akan lebih memudahkan meningkatkan kualitas sekolah. Makanya diperlukan kerja sama agar semua pihak bertanggungjawab.***
Tidak ada komentar