Akhirnya Kami Memilih Homeschooling...

memilih-homeschooling

Kami akhirnya memilih homeschooling! 

Ya. Setelah melalui pertimbangan panjang, saya dan suami sepakat untuk memberikan “sekolah rumah” buat Narend. 

Harus diakui, ini bukan keputusan yang mudah. Saya sempat ragu, maju mundur sebelum memilih homeschooling. Kekhawatiran yang wajar sebenarnya, praktek homeschooling adalah hal baru buat kami. 

Alasan Memilih Home Schooling 

Sebelum lebih jauh, mungkin ada yang bertanya-tanya, apa sih alasan kami memilih homeschooling? 

Jujur, sebenarnya sejak Narend berusia 2 tahun, saya sudah mulai tertarik dengan homeschooling. Tapi, masih belum mantap untuk menerapkan itu buat pendidikan Narend. Saya banyak cari tahu karena suka aja. Saya pikir, mungkin ada beberapa metodenya yang bisa diadopsi untuk melengkapi pembelajaran di sekolah. 

Saya, sama dengan kebanyakan orang tua, mempersiapkan Narend untuk tetap belajar di sekolah formal. 

Maka, saat dia berusia 4 tahun, kami pun memasukannya ke PAUD tak jauh dari rumah. Narend menikmati bersekolah di sana. Guru-gurunya baik dan perhatian. 

Bermain dan bergaul dengan teman sekolah pun tidak ada masalah. Kalaupun ada teman yang usil juga bisa diselesaikan dengan baik. Nyaris nggak ada masalah berarti. 

Tapi sejak sekolah, Narend bolak balik jatuh sakit. Dan seperti yang sering saya ceritakan di blog ini, anak saya itu kalau sakit agak beda dengan anak lain. Karena dia punya riwayat alergi dan asma, sakit pilek saja bisa berdampak parah. 

Kalau biasanya anak lain hanya butuh waktu dua atau tiga hari untuk sembuh, Narend bisa menghabiskan waktu lebih dari seminggu buat sembuh. Karena setelah pilek pasti berlanjut ke serangan asma. 

Kondisi ini bikin saya miris. 

Selama sekolah, sudah berkali-kali Narend absen karena serangan asma. Badannya yang semula lumayan montok jadi makin kurus sejak sekolah. Pertumbuhannya juga sedikit terganggu. 

Pun begitu, karena kegiatan sekolah dan bertemu teman-teman sekolah menyenangkan buat Narend, kami tetap membiarkan dia sekolah. Tentu saja dengan protokoler kesehatan yang super ketat dan persediaan obat yang selalu stand by. Ini kami lakukan bahkan sebelum pandemi menyerang lho. 

Jelang kelulusan dari TK, virus COVID-19 merajalela. Ini momok luar biasa buat saya. Ngeri rasanya membiarkan Narend keluar. Wong kena sakit biasa saja, dia bisa sesak napas berhari-hari, apalagi kalau kena COVID. 

Gegara itu, ide homeschooling muncul lagi dan kali ini rasanya kami makin mantap. 

Alasan kesehatan memang salah satu pertimbangan utama, tapi itu bukan satu-satunya alasan memilih homeschooling. 

Sejak usia 2 tahun, Narend punya ketertarikan dengan seni wayang dan menggambar. Kalau sudah berurusan dengan hal-hal berbau seni begitu, Narend bisa lupa waktu.

memilih-homeschooling

Sebagai produk pendidikan formal masa lalu, saya tahu, kesenangan belajar bidang-bidang seperti ini agak sulit berkembang bila dia bersekolah di sekolah formal. 

Sejak dia masih TK, saya dan suami sebenarnya sudah mulai hunting dan cari info soal sekolah formal yang mungkin memberi keleluasaan dan fasilitas buat minat khusus anak. 

Sayang, di area tinggal kami belum ada sekolah yang sesuai. Ada sih sekolah yang bagus dan memiliki metode pendidikan yang sejalan dengan kami, tapi lokasinya jauh dan biayanya juga mahal. Kayaknya kalau mau sekolah di sana, kita harus pindah rumah deh. Kalau nggak, bisa tua di jalan. 

Persiapan Awal Homeschooling 

memilih-homeschooling

Banyak yang bertanya, kalau mau homeschooling harus mulai dari mana? 

Ini pertanyaan sederhana tapi nggak sepele. Karena kalau nggak tahu cara memulainya, gimana kita mau melangkah. Ya kan? 

Kami pun dulu bingung harus mulai dari mana. Jadi inilah langkah-langkah awal yang dilakukan untuk mempersiapkan homeschooling. 

Diskusi dengan anak 

Yang ini sih sudah otomatis dan nggak bisa ditawar. Bagaimanapun homeschooling kan akan dijalani oleh anak kita sebagai subjek utama. Wajar dong kalau kita minta pendapatnya. 

Di awal-awal dulu, saya ngobrol dengan Narend. Usianya hampir 7 tahun waktu itu dan sudah sangat enak diajak diskusi. 

Saya cerita dulu soal kondisi pandemi, soal bagaimana rutinitas sekolah akan berubah, dan sebagainya. Setelah itu baru saya beri dia pilihan untuk belajar. “Mau belajar yang gimana, Nak?” 

Ini bukan diskusi yang bisa selesai dalam sekali ngobrol. Kami membicarakan hal ini selama berhari-hari. Saya berusaha banget memberi gambaran yang terang tentang pilihan-pilihan yang saya ajukan ke dia. 

Dan kami pun sepakat. Dia mau menjalani homeschooling. 

Menyiapkan Support System 

Hal kedua yang dipersiapkan sebelum memulai homeschooling adalah mempersiapkan support system. 

Maksudnya gimana nih? Begini, karena ini merupakan hal baru. Saya tahu, akan banyak tantangan yang harus dilalui setelah kami memutuskan homeschooling. Karena itu, kami butuh support system yang baik supaya pembelajarannya lancar dan sukses. 

Support system pertama, adalah para pelaku homeschooling lain. Saya bergabung dengan komunitas homeschooler di Solo, dan rajin bertanya dengan para orang tua homeschooler yang sudah lebih berpengalaman. 

Dari komunitas ini, kami juga bisa dapat banyak info kegiatan-kegiatan belajar dan metode belajar. Seru lah pokoknya. 

Mungkin karena saya rajin cari info tentang homeschooling, saya pun menemukan banyak wadah belajar online buat homeschooler. Bukan cuma buat belajar anaknya ya, tapi juga orangtua. 

Salah satunya adalah rumah inspirasi yang menyediakan banyak banget kelas dan materi belajar buat kami. Ada yang berbayar, tapi tak sedikit pula yang gratis. Jujur, saya banyak terbantu oleh kelas dan materi dari rumah inspirasi. 

Support system kedua yang kami siapkan adalah keluarga besar. 

Kenapa? Karena mereka adalah circle terdekat kami yang nantinya juga akan memberi pengaruh besar pada proses belajar Narend. Sama seperti saya dan suami, keluarga besar kami pun masih asing dengan praktik homeschooling. 

Apalagi pendekatan belajar ala home schooling pasti bakal beda dengan paradigma belajar yang selama ini melekat di kepala orang-orang. 

Narend mungkin saja nggak melulu belajar dari buku. Narend nanti, mungkin saja akan banyak menghabiskan waktu dengan gadget dan barang-barang lain yang menarik minatnya. 

Saya yakin, cara belajar model begini pasti akan mengundang tanya dari orang-orang sekitar kami. Bisa jadi mereka malah akan berkomentar kurang enak, atau malah menentang cara belajar seperti itu. 

Makanya, sebelum memulai, kami coba meminimalisir “gangguan” itu dan mengubahnya jadi support system. 

Jujur. Bagian ini sebenarnya cukup menantang. Memberi pengertian soal homescholing ke kakek nenek Narend, bukan hal yang bisa diobrolin dalam sekali duduk. Untungnya, semua berjalan mulus. 

Walau Omanya sesekali masih suka bertanya, apa saja yang sudah dipelajari Narend. Bagaimana perkembangan belajarnya. Yah namanya juga orang tua, pasti kepo. Itu wajar. 

Legalitas Homeschooling 

Sudah beres dengan support system dan mantap hati dengan pilihan ini, kami mulai mempersiapkan legalitasnya. 

Mungkin sudah banyak yang tahu, pemerintah kini makin terbuka dan kian mengakui pembelajaran non formal. Anak-anak homeschooling juga bisa mendapatkan ijazah kesetaraan yang diakui dan bisa dipakai untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 

memilih-homeschooling

Jadi, kami pun mendaftarkan Narend ke Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Salatiga seperti yang banyak direkomendasikan teman-teman homeschooler. Prosesnya nggak ribet sih. Malah sebenarnya bisa dilakukan secara online, mengingat saat kami mendaftar, kasus COVID masih lumayan tinggi. 

Mulai Belajar Sebagai Homeschooler 

Bukan Narend yang sempat mutung saat awal pembelajaran, tapi saya! 

Heran ya, padahal dibanding Narend dan suami, saya yang paling aktif dan semangat cari tahu sana sini soal home schooling. Tapi saat mulai, malah saya sendiri yang kelimpungan dengan prosesnya. 

Metode pendidikan yang bisa diterapkan untuk home schooling ternyata banyak banget. Ada Charlotte Mason, Waldorf, Montessori, ada lagi metode unschooling. Macam-macam deh pokoknya. 

Awalnya saya pikir, saya harus menerapkan salah satu metode secara saklek. Tapi ya gitu hasilnya, jadi pusing sendiri. Narend pun sempat protes. 

“Katanya kalau sekolah di rumah bisa sambil main, Bu. Kita belajarnya sambil gambar dan bikin video aja. Narend mau tahu soal Dinosaurus.” 

Pernyataan Narend memang sederhana. Tapi cukup menohok buat saya. Rasanya seperti tersadar, “Oh iya ya…inti homeschooling kan fleksibilitas.”

Pusat belajar bukanlah saya sebagai orang tua yang merangkap jadi guru, tapi anak. Tujuan awal saya memilih homeschooling adalah supaya anak bebas belajar dan mengeluarkan semua potensinya. 

Tidak ada batasan dalam berkreasi. Anak harus merdeka dan bisa bertumbuh jadi pembelajar mandiri.

Saya pun memutuskan untuk nggak lagi mengkotak-kotakan diri dengan berbagai metode itu. Mana yang cocok buat kami, ya tinggal comot saja. 

Ada trial and error sih selama proses berlangsung. Tapi saya mengingatkan diri dan Narend, bahwa ini adalah proses belajar yang kami jalani. Sesekali salah nggak apa. Justru kita bisa belajar dari kesalahan itu. 

Jadi Homeschooler, Begini Cara Kami Belajar 

memilih-homeschooling

Saat orang tahu kami homeschooling, ada saja yang penasaran soal bagaimana sih cara kami belajar. Karena itu, kali ini saya mau sharing sedikit tentang beberapa cara belajar yang kami lakukan selama ini. 

Tentu saja, tidak serta merta bisa langsung jadi rujukan, karena kami pun masih belajar dan belum tentu semua keluarga cocok dengan cara belajar ini. 

Belajar konvensional 

Kami masih tetap kok menerapkan belajar dengan cara konvensional menggunakan buku teks, mengerjakan work book. Saya juga memberi tugas kepada Narend, setiap hari harus menulis cerita di buku tulis sebanyak 2 halaman. Ceritanya bebas. Bisa pengalaman atau cerita berdasar imajinasi. 

Kami juga membuat jadwal khusus untuk mengerjakan soal-soal di aplikasi belajar yang diunduh di smartphone. 

Selain itu ada juga soal-soal yang tersedia di setara daring, sebuah platform belajar milik pemerintah, yang bisa dikerjakan. Narend juga mengikuti ujian kenaikan kelas di Setara Daring lho. 

Belajar based on project 

Ini metode pembelajaran yang sangat disukai Narend. Karena biasanya tiap minggu kami membuat jadwal untuk mengerjakan project. 

Durasi pengerjaan tiap project beda-beda. Ada yang membutuhkan waktu 1 minggu, ada yang 2 hari. 

Kami masih mengerjakan project sederhana sih. Misalnya, project membuat pembatas buku, project membuat galeri lukisan ala Narend, menghias kaos bekas, hingga menanam cabai. 

Kami juga pernah membuat project pengamatan dengan mengamati siput telanjang yang kebetulan jadi hama di kebun belakang. 

Mengikuti kelas online 

memilih-homeschooling

Keuntungan hidup di era digital adalah bisa mengakses ilmu tanpa batas. Dengan berbekal gadget, kita bisa mengikuti berbagai kelas online. 

Narend mengikuti kelas bahasa inggris, kelas menggambar, kelas craft dan lain-lain. Tapi yang paling suka dan sering dia ikuti sih kelas menggambar. 

Selama pandemi ada banyak sekali lembaga yang menyediakan kelas online buat anak. Kami tinggal stand by di depan laptop atau smartphone dan mengikuti kelas. 

Mengikuti kelas offline 

Untuk ikut kelas offline sih memang belum lama. Setelah Narend vaksin lengkap dan kasus COVID menurun, kami baru mulai berani mengajak Narend mengikuti les. Nggak banyak-banyak dulu, yang lagi rutin paling hanya les renang dan sesekali main ke sanggar wayang. 

Biaya Homeschooling 

Homeschooling itu biayanya besar nggak sih? Jawabannya sih relatif. Mau dibikin besar bisa, kecil juga bisa. 

Yang jelas proses belajar apapun itu tetap butuh “modal”. Kami memang nggak mengeluarkan biaya sekolah bulanan buat Narend. Biaya bulanannya hanya untuk beberapa kelas online dan les yang dia ikuti. 

Tapi, ada “alat tempur” yang juga perlu disiapkan supaya proses belajar lebih nyaman dan menyenangkan. 

Salah satu “alat tempur” yang menurut saya paling krusial saat ini adalah laptop. 

Kenapa laptop? Tentu sudah bisa dimaklumi bahwa sebagai homeschooler, sumber utama kami untuk mendapatkan informasi dan ilmu saat ini adalah melalui internet. 

So, wajar dong, kalau kami butuh gadget yang mumpuni dan fleksibel untuk mendukung proses belajar. Sssst sebenarnya sudah ada laptop yang sudah masuk wishlist saya nih. 

Laptop ini baru dirilis di Indonesia awal Juni 2022. Saya lihat infonya dari postingan seorang teman blogger, dan kayaknya kok pas banget dengan kebutuhan kami sebagai homeschooler ya. 

Laptop Ideal untuk Homeschooler 

Laptop yang saya incar itu, laptop bisnis ASUS ExpertBook B3 Flip (B3402) yang sudah diperkuat oleh prosesor Intel® Core™ generasi ke-11 terbaru dan juga Intel® Iris® Xᵉ graphics

Iya saya tahu, Laptop ini emang labelnya laptop bisnis karena digadang-gadang bisa meningkatkan produktivitas kerja. 

Tapi siapa juga yang melarang memakainya buat belajar kan? Apalagi belajar anak-anak zaman sekarang hampir semua melalui perangkat digital. 

Salah satu fitur keren ASUS ExpertBook B3 Flip (B3402) yang berhasil meng-grab perhatian saya adalah kemampuan koneksi 4G-nya. 

Laptop ini sudah dilengkapi dengan modem 4G yang terintegrasi. Jadi bisa langsung terhubung dengan jaringan seluler tanpa perangkat perantara. Cara operasinya sama aja seperti smartphone, tinggal pasang kartu SIM aktif ke laptop, dan laptop sudah otomatis terhubung ke jaringan 4G. 

Fitur ini bakal sangat membantu buat proses pembelajaran kami yang sering belajar di luar rumah. Malah pernah sampai ke desa-desa yang tidak ada akses WiFi. 

Makanya, kalau lagi belajar sambil “kluyuran” kami lebih sering pakai smartphone sih. Karena akses internet sudah pasti lebih mudah dan lebih mobile juga. 

asus-expertbook-b3-flip

Tapi ada masanya, saat kami pulang kampung ke desa dan Narend harus mengikuti kelas atau ujian online. Sudah pasti harus gotong laptop dan juga bawa modem ke sana. Ribet, tapi mau gimana lagi. 

Itu alasannya, laptop dengan kemampuan koneksi 4G seperti ASUS ExpertBook B3 pas banget buat menjawab kebutuhan kami yang sering belajar di luar rumah. 

Cuma itu? Ya nggak lah. 

ASUS ExpertBook B3 Flip juga memiliki desain convertible yang fleksibel. Kayaknya emang sengaja dirancang untuk berbagai skenario penggunaan. Engselnya unik lho, bisa bikin layarnya terbuka sampai 360°. Lalu, triing… laptopnya pun berubah jadi mode tablet. 

asus-expertbook-b3-flip

Nggak cuma itu, layarnya ini touchscreen dan sudah bisa langsung dicorat-coret pakai stylus. 

Stylusnya juga tersimpan di laptopnya. Ada di garaged stylus pen di sisi bodi laptop. Selama tersimpan di sana, stylus akan melakukan pengisian daya otomatis. Proses pengisian dayanya cepat, cuma 15 detik untuk penggunaan stylus selama 45 menit. Narend pasti bakal senang banget gambar pakai laptop ini.

asus-expertbook-b3-flip

ExpertBook B3 Flip juga punya bodi tipis, ringkas dan ringan. Dan yang lebih penting lagi, laptop ini tuh tangguh. 

ASUS ExpertBook B3 Flip sudah mengantongi sertifikasi uji ketahanan berstandar militer AS (MIL STD-810H) karena lulus dari pengujian ekstrem seperti uji operasional pada suhu & kelembaban ekstrem sampai uji ketahanan dari hantaman dan guncangan. 

Bagusnya lagi, ASUS juga melengkapi fitur anti-spill keyboard yang bisa melindungi laptop dari tumpahan cairan pada keyboard ASUS ExpertBook B3 Flip. 

asus-expertbook-b3-flip

Kalau gini kan saya jadi nggak terlalu was-was membiarkan Narend memakai laptop ini. Tahu sendiri lah, yang namanya anak-anak kadang ada saja kejadian tak terduga. 

Laptop dengan lapisan antibacterial? Kayaknya saya baru dengar yang kayak begini. Atau saya aja yang mainnya kurang jauh ya? 

asus-expertbook-b3-flip

Yang jelas, waktu saya tahu bodi ASUS ExpertBook B3 Flip ternyata juga dilengkapi dengan lapisan ASUS Antibacterial Guard yang bisa menahan laju pertumbuhan bakteri sampai lebih dari 99%, saya kok makin mantap mendambakan laptop ini. 

Tahu sendiri kan, anak saya itu termasuk anak yang ringkih dengan paparan bakteri dan virus. Laptop yang higienis, jelas jadi pilihan gadget yang tepat buat teman belajar dia. 

Selain higienis, ExpertBook B3 Flip juga punya layar yang melindungi kesehatan mata pemakainya. Nama fiturnya, Eye Care. Fitur ini mampu mengurangi pancaran blue light secara signifikan. 

Fitur Eye Care ini sudah mengantongi sertifikasi TUV Rheinland. Rasanya makin aman buat dipakai anak-anak seusia Narend kan? 

expertbook-b3-flip

Makin dipelajari, rasanya kok makin yakin ExpertBook B3 Flip bisa jadi teman belajar yang tepat untuk anak homeschooling seperti Narend. 

Saya sudah cerita kan, betapa banyak kelas online yang kami ikuti? Malah sekarang kami juga sedang mempertimbangkan les privat online. Narend bakal lebih sering nih melakukan percakapan video. 

Nah, ExpertBook B3 Flip ini juga dilengkapi dengan teknologi 3D Noise Reduction (3DNR) untuk hasil tangkapan kamera yang lebih jelas dan minim noise, meski dalam kondisi minim cahaya. Jadi nggak perlu ribet nambah ringlight. 

Sementara untuk keperluan video conference, ASUS juga melengkapi ExpertBook B3 Flip dengan teknologi Two Way AI Noise Cancellation

Teknologi ini memungkinkan kita menghilangkan suara bising dari pengguna dan lawan bicara secara real time. Jadi kalau mau ikut kelas online di ruang publik pun nggak masalah lagi. 

Kalau untuk urusan performa, nggak perlu diragukan lagi ya. Diatas saya sebut, bahwa ASUS ExpertBook B3 Flip (B3402) sudah diperkuat oleh prosesor Intel® Core™ generasi ke-11 terbaru dan juga ditenagai chip grafis terintegrasi Intel® Iris® Xᵉ graphics

Ditambah memori DDR4 dengan kapasitas hingga 16 GB, serta penyimpanan berupa PCIe SSD 3.0 berkapasitas sampai 1TB, rasanya lebih dari cukup buat diajak ngebut membuka berbagai aplikasi. Semoga bisa bikin Narend lebih semangat belajar nih. 

asus-expertbook-b3-flip

Kami sadar, perjalanan ini masih panjang. Bagaimanapun proses belajar adalah proses seumur hidup. Semoga cerita kami ini bisa jadi masukan bagi keluarga lain yang penasaran tentang cara belajar homeschooling. 

Semoga jadi tambah tahu

Tidak ada komentar