QR Code Payment : Selamat Datang di Era Pembayaran Cardless ala Milenial

QR Code Payment BI
Masa-masa ketika dompet tebal dianggap sebagai perlambang kemakmuran sudah berlalu. Kini, tak banyak lagi orang yang mengasosiasikan dompet tebal dengan kekayaan. Sepertinya anggapan itu sudah terlalu ketinggalan zaman.

Apa pasal?

Di era serba praktis begini, generasi milenial, terutama yang hidup di area urban perkotaan, mulai menganggap membawa uang tunai dalam jumlah besar dalam dompet sangat merepotkan. Selain tentu juga cukup berbahaya, karena rawan pencurian dan perampokan. Lagipula, untuk apa sih repot-repot bawa uang tunai banyak, kalau untuk bertransaksi dan belanja sekarang bisa semudah membalik telapak tangan. Atau malah lebih tepatnya membalik smartphone?

Kehadiran uang elektronik dan berbagai kemajuan teknologi di bidang keuangan, membuat generasi milenial merasakan nikmat dan mudahnya bertransaksi. Tidak usah lagi menghitung uang yang dikeluarkan, dan menunggu kembalian. Cukup scan, masukan pin, konfirmasi pembayaran dan selesai. Semudah itu.

Sahabat lama saya, Inez, seorang milenial generasi Y yang kini berprofesi sebagai guru mengaku membawa uang tunai terlalu banyak saat menumpang angkutan publik membuatnya khawatir. “Repot rasanya kalau saat membayar harus merogoh-rogoh kantong. Tapi kalau uangnya dipegang juga kadang bisa terjatuh malah lebih repot lagi. Makanya saat tahu ongkos Trans Semarang bisa dibayar dengan Go-Pay, saya pilih alternatif pembayaran itu,” terang dia menuturkan pengalamannya. 

Teman saya yang lain juga menyebutkan pengalaman serupa. Namanya Ika, ia berprofesi sebagai karyawan sebuah perusahaan di Jakarta. Sudah sejak sekitar setahun terakhir di dompetnya nyaris tidak tersimpan uang tunai. “Bawa uang tunai sih seperlunya saja. Paling sekitar Rp 50.000 malah kadang cuma Rp 20.000, selebihnya ya transaksi dengan dompet elektronik. Lebih praktis dan banyak promonya. Kalau mau ngopi atau jajan jadi lebih hemat,” tutur Ika.

Sebagai milenial generasi Y, saya pun turut menjadi menjadi saksi betapa praktisnya transaksi keuangan zaman sekarang. Mudah saja buat saya untuk membuat perbandingan karena sebagai orang yang lahir di dekade 1980-an, saya juga mengalami masa-masa saat uang tunai menjadi pilihan utama untuk bertransaksi. Lalu saat kartu kredit dan debit mulai populer digunakan pada awal tahun 2000-an pun, saya juga ikut mengalaminya.

Pada era ini, istilah dompet tebal tidak lagi semata merujuk pada uang banyak, tetapi juga kartu yang banyak. Ya, karena saat itu dompet kita bisa dipenuhi beragam kartu. Ada kartu debit Bank A, Bank B dan seterusnya. Lalu masih ditambah lagi kartu kredit. Lalu belakangan masih ketambahan pula kartu e-money, walau jujur saja tidak semuanya terisi. Jadi? Ya hanya ada kartu saja, uangnya baru saya top up kalau dibutuhkan. Dan dompet saya pun tebal karena kartu-kartu itu. Hayoo siapa yang sama seperti saya?

Seiring dengan melesatnya perkembangan teknologi keuangan, transaksi dengan kartu dan uang tunai mulai terasa merepotkan. Karena belakangan, hadir pilihan metode pembayaran lain yang lebih praktis daripada uang tunai dan kartu.

Memasuki Era Cardless 

Sudah sekitar enam bulan belakangan, saya nyaris tidak pernah membawa uang tunai dan kartu dalam dompet. Kalaupun ada uang receh di dompet, itu hanya persiapan untuk membayar parkir. Dan untuk kartu, hanya ada satu kartu debit yang ada di dompet, sekadar untuk jaga-jaga kalau saya harus tarik tunai.

Mau bagaimana lagi? Semua transaksi keuangan saya lakukan melalui smartphone. Belanja online, transfer uang ada m-banking. Bahkan untuk belanja di minimarket pun saya lebih suka melalui dompet elektronik. Cukup scan, masukan pin dan selesai. Selain lebih praktis, juga banyak promonya.

Hal ini membuat ingatan saya kilas balik ke masa lalu. Saat kecil, saya kerap penasaran setiap kali melihat Doraemon membeli barang-barang ajaib dari masa depan untuk Nobita. Waktu itu aneh rasanya melihat Doraemon bisa belanja hanya dengan bekal memilih produk di sebuah katalog virtual. Lalu barang yang diinginkan pun diantar ke kamar Nobita. Tidak diperlihatkan bagaimana cara membayarnya, dengan apa dia membayar. Pokoknya barang pesanan itu sudah bisa langsung digunakan.

Tapi namanya juga komik, apapun bisa terjadi. Sungguh tak terbayangkan bahwa 25 tahun kemudian, hal serupa akan benar-benar terjadi. Membeli barang hanya dengan menekan tombol, begitupula dengan cara pembayarannya. Uang yang saya miliki nyaris tidak penah nampak wujud fisiknya. Berubah jadi angka atau kode-kode yang bisa ditukar jadi barang dan jasa.

Lebih dari 20 tahun yang lalu tidak terbayangkan bakal terjadi perubahan sejauh dan secepat ini. Dari budaya bertransaksi dengan uang fisik, lantas perlahan beralih dengan transaksi dengan kartu. Lalu kini saat semua orang belum lagi terbiasa bertransaksi dengan kartu, muncul lagi era transaksi yang lebih praktis menggunakan QR Code.

Perlahan tapi pasti kita sudah mulai beralih dari cashless menjadi cardless.

Apa itu QR Code? 

Metode transaksi yang belakangan paling banyak dipakai untuk menggantikan kartu adalah metode dengan memanfaatkan QR (Quick Response) Code.

Sebenarnya penggunaan QR Code dalam transaksi keuangan lebih sebagai media untuk menjembatani antara transaksi online dan offline. Beberapa tahun sebelum Bank Indonesia secara resmi merilis izin penggunaan QR Code sebagai metode pembayaran, generasi milenial ini telah lebih dulu aktif bertransaksi secara online melalui dompet eletronik seperti OVO, Go-Pay, serta melalui m-banking.

Namun, transaksi online semacam ini jadi sulit diaplikasikan untuk pembayaran offline, seperti belanja di pasar, minimarket dan sebagainya. Nah, kehadiran QR Code dipakai untuk menjembatani itu. Pembayaran dapat dilakukan hanya dengan memindai QR Code pada merchant, dan saldo pada dompet atau rekening kita secara otomatis terpotong.

Jadi, apa sebenarnya QR Code?

QR Code merupakan kode matriks atau kode batang (barcode) dua dimensi yang terdiri dari kumpulan persegi dan titik hitam yang menyimpan sejumlah data. Data itu dapat diakses dengan melakukan pemindaian melalui kamera smartphone. (Wikipedia)

QR Code sendiri merupakan pengembangan dari barcode satu dimensi generasi sebelumnya yang umumnya masih sering kita jumpai di barang-barang di toko retail atau supermarket. Namun berbeda dengan pendahulunya yang hanya menyimpan informasi secara horizontal, QR Code ini dapat menyimpan data secara vertikal dan horizontal sehingga lebih banyak informasi yang bisa ditampung. Secara spesifik, QR Code dapat menyimpan data numerik hingga 7.089 karakter; data alphanumerik sampai 4.296 karakter, kode binari 2.844 byte, dan huruf kanji 1.817 karakter.

Karena kemampuannya ini, QR Code dapat tampil dalam ukuran yang lebih kecil dari barcode generasi sebelumnya. Bahkan bila sebagian simbol QR Code kotor atau rusak, data yang tersimpan masih bisa terbaca.

Sekadar informasi, QR Code kali pertama dikembangkan dan dipublikasikan oleh Denso Wave, sebuah perusahaan Jepang, pada tahun 1994. Awalnya QR Code dipakai untuk pelacakan bagian kendaraan di manufaktur. Namun kini, penggunaannya juga makin berkembang diberbagai bidang, mulai dari retail, pendidikan, komunikasi hingga sebagai metode pembayaran.

QR Code Payment Bank Indonesia
Sumber foto : gojek.com
Ada dua jenis QR Code, yaitu :

1. QR Code Statis 

QR Code ini berisi tautan atau informasi yang tetap seperti nama, alamat, atau nama merchant. Konten ini tidak dapat diubah, sehingga saat kita melakukan transaksi dengan memindai QR Code jenis ini, pengguna masih perlu memasukan data tambahan seperti nominal harga yang mau dibayar dan sebagainya. Bentuk fisiknya bisa berupa bentuk print atau sticker yang diletakan di meja kasir

2. QR Code Dinamis 

Berupa QR Code berisi URL singkat yang bisa dialihkan ke laman situs web lain. QR Code jenis ini sudah di-generate oleh aplikasi mobile untuk kepentingan khusus, sehingga didalamnya sudah berisikan informasi sesuai keperluan transaksi. Misalnya saja nominal yang perlu dibayarkan. Pengguna cukup memasukan pin atau kode khusus untuk konfirmasi pembayaran.

Sementara itu menilik dari model pembayarannya, QR Code bisa dikategorikan menjadi dua, yaitu:

1. Merchant Presented Mode (MPM) 

Disebut pula push payment. Pada pembayaran QR Code model ini, merchant menyediakan QR Code untuk dipindai oleh pelanggan. Model ini sering kita jumpai saat bertransaksi di booth makanan dan minuman di mall, atau saat membeli tiket bioskop.

2. Customer Presented Mode (CPM) 

Disebut pula pull payment. Pada pembayaran QR Code model ini, customer menunjukkan QR Code sebagai ID rekening untuk selanjutnya dipindai oleh merchant. Umumnya model ini cocok untuk merchant yang memiliki usaha permanen berskala menengah besar.

Cara Pembayaran dengan Metode QR Code 

Dibanding dengan metode pembayaran lainnya, QR Code Payment boleh dibilang merupakan pembayaran paling simple. Selama uang tersedia, baterai smartphone cukup, serta sinyal provider lancar, pembayaran bisa dilakukan dalam waktu beberapa detik saja.

QR Code Payment Bank Indonesia
Sumber foto : gojek.com

Alasan QR Code Payment disebut Metode Pembayaran Masa Depan 

Saat kepraktisan dan kecepatan sudah menjadi kebutuhan mendasar generasi milenial, metode pembayaran dengan QR Code merupakan jawaban untuk memenuhi gaya hidup manusia masa kini. 

Kenapa begitu? Berikut beberapa alasan QR Code Payment disebut metode pembayaran masa depan;

1. Mudah dipakai. 
QR Code menyederhanakan proses pembayaran. Untuk bertransaksi, pengguna hanya cukup memindai QR Code dan memasukan pin serta nominal yang ingin dibayar lalu selesai. Jauh berbeda dengan pembayaran melalui uang tunai dimana kita harus menyiapkan dan menghitung uang yang akan dibayarkan lalu menunggu uang kembali. Makin ngenes lagi kalau uang kembaliannya diganti dengan permen kan?
Kita juga tidak perlu repot lagi membawa banyak uang dan kartu dalam dompet.

2. Menghemat waktu transaksi 
Karena proses pembayaran lebih sederhana maka durasi transaksi pembayaran jadi lebih cepat ketimbang bertransaksi dengan uang tunai. Bila metode ini segera diadaptasi dan dimanfaatkan di retail-retail besar atau pasar tradisional, dijamin tidak ada lagi antrian kasir yang mengular.

3. QR Code lebih responsif daripada kartu e-money 
Sesuai dengan namanya, Quick Response Code, kode matriks ini dapat menolerir sekitar 30% kerusakan. Jadi, misalkan ada bagian bagian kode yang rusak atau kotor, QR Code masih dapat terbaca dan diterjemahkan. Hal ini berbeda kalau kita bertransaksi dengan kartu.

4. Lebih mudah menelusuri pengeluaran 
Sebagai metode pembayaran berbasis online, semua transaksi yang kita lakukan melalui QR Code secara otomatis terekam dalam catatan dompet elektronik kita. Bahkan kadang dikirim ke e-mail. Hal ini membuat kita tidak perlu lagi repot-repot mengingat dan membuat catatan sendiri untuk memantau pengeluaran.

5. Bisa diterapkan untuk berbagai keperluan pembayaran 
QR Code Payment tidak mensyaratkan alat tambahan dengan biaya besar. Merchant cukup menyediakan sticker QR Code untuk menerima pembayaran. Hal ini membuat QR Code Payment fleksibel untuk berbagai keperluan pembayaran, mulai dari membeli makanan, minuman, belanja harian atau bulanan, hingga berdonasi.

6. Banyak Promo 
Pembayaran dengan QR Code menawarkan banyak promo menarik, seperti cashback, promo diskon hingga bonus produk.

7. Lebih aman 
Transaksi dengan menggunakan uang tunai memiliki resiko uang palsu, rusak atau hilang. Kalau uang hilang, maka tidak banyak upaya yang bisa dilakukan untuk mendapatkan kembali. Begitupun dengan e-money, kalau kartu e-money hilang kecil kemungkinan bagi pemilik mendapatkan uangnya kembali. Hal ini tidak berlaku dengan QR Code. Karena saat smartphone hilang, kita masih bisa mengakses melalui smartphone baru. Cukup dengan memasukan nomor pin.

8. Metode pembayaran yang “membumi” 
Tidak seperti metode pembayaran cashless dengan kartu kredit dan kartu debit yang mensyaratkan akses perbankan yang njlimet untuk mendapatkannya, untuk melakukan pembayaran dengan QR Code kita tidak butuh berurusan secara langsung dengan bank. Orang-orang yang tidak terjangkau oleh bank, bisa juga memanfaatkan metode pembayaran ini dengan mengunduh aplikasi dompet elektronik. Di Indonesia saat ini tercatat ada 26 penyelenggaran layanan pembayaran berbasis QR Code yang terdiri dari bank dan lembaga selain bank (LSB).

Sejumlah perusahaan penyedia QR Code Payment, seperti Link Aja, OVO dan Go-Pay kini juga makin agresif menggandeng mitra UMKM. Walau mungkin belum terlalu banyak, tapi kita bisa menjumpai beberapa pedagang kaki lima dan pedagang pasar yang sudah mulai mengadopsi QR Code Payment sebagai pilihan pembayaran. Metode pembayaran QR Code yang tidak mensyaratkan nilai minimal transaksi membuat metode pembayaran ini sesuai untuk diterapkan pada transaksi harian khususnya untuk kelas menengah. Ya untuk sekadar jajan bakso atau beli nasi goreng, bisa deh pakai QR Code Payment.

QR Code Payment Bank Indonesia

Dengan penetrasi perusahaan penyedia dompet elektronik ke berbagai pelosok negeri, ditambah potensi kelas menengah Indonesia yang cukup besar jumlahnya, saya optimis QR Code Payment bakal jadi metode pembayaran masa depan.

Kenapa Perlu QRIS (Quick Response Indonesian Standar)? 

Melihat potensi pertumbuhan metode pembayaran berbasis QR Code di Indonesia, Bank Indonesia (BI) segera melakukan langkah antisipatif membuat pengaturan dan standar transaksi berbasis QR Code. Kalau istilah anak milenial sih, BI gercep nih.

QRIS adalah Standar QR Code Pembayaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk digunakan dalam memfasilitasi transaksi pembayaran di Indonesia.

Jadi, apa perlunya sih menetapkan standar untuk penggunaan QR Code dalam transaksi keuangan? Seperti dikutip dari situs resmi BI, QRIS perlu dibuat untuk memastikan efisiensi dan meminimalisir fragmentasi dalam praktik penggunaan QR Code untuk pembayaran. Penetapan QRIS ini sejalan pula dengan tatanan kebijakan gerbang pembayaran nasional (GPN) yang ditujukan untuk mewujudkan penyelengaraan sistem pembayaran yang aman, efisien, lancar dan andal, mengutamakan perluasan akses dan memperhatikan perlindungan konsumen serta mampu memproses seluruh transaksi pembayaran ritel domestik secara interkoneksi dan interoperabilitas (saling terhubung).

Sederhananya begini, setiap lembaga penyedia jasa pembayaran QR Code selama ini merilis QR Code versi mereka sendiri-sendiri. Misal, kalau merchant A bekerja sama dengan Go-Pay, maka kita hanya bisa memindai menggunakan aplikasi GoPay, begitupun kalau yang tersedia QR dari Link aja, hanya bisa dipindai dengan aplikasi Link Aja.

Makanya jangan heran kalau banyak orang meng-instal lebih dari satu aplikasi dompet elektronik di smartphone mereka. Saya sendiri memiliki 4 aplikasi dompet elektronik yang saya gunakan untuk berbagai keperluan.

Nah dengan pemberlakuan QRIS, sebuah merchant nantinya hanya cukup menyediakan satu QR Code yang bisa dipindai melalui seluruh jasa layanan pembayaran.

Bagi masyarakat, pemberlakukan QRIS yang bakal efektif mulai Januari 2020 ini tentu bakal lebih menyederhanakan cara pembayaran. Kita tidak perlu lagi mengunduh terlalu banyak aplikasi. Untuk merchant, penerapan QRIS dapat menghemat biaya pegelolaan transaksi karena merchant bisa menerima pembayaran dari berbagai instrumen. Negara sendiri diuntungkan karena penerapan QRIS bisa menghemat biaya penggunaan uang tunai dan kertas untuk dokumentasi transaksi. Penghematan ini bisa bisa dialihkan untuk kegiatan ekonomi lain yang lebih produktif. Resiko uang palsu dan uang rusak juga otomatis menurun.

Tantangan Penerapan QR Code Payment 

Meski punya potensi cemerlang sebagai metode pembayaran masa depan, kita toh tetap perlu realistis bahwa penerapan metode pembayaran dengan QR Code di Indonesia menghadapi banyak tantangan. 

Kalau pemerintah memang ingin metode pembayaran cashless sekaligus cardless ini diterima luas oleh masyarakat, maka ada beberapa pekerjaan rumah yang perlu segera diselesaikan.

Apa saja itu?

1. Sinyal Internet yang tidak merata di Indonesia 
Syarat suksesnya transaksi pembayaran dengan QR Code adalah sinyal internet yang stabil dan lancar. Hal ini jelas tidak bakal jadi masalah untuk masyarakat di wilayah perkotaan. Tapi bakal jadi isu untuk masyarakat yang tinggal di pelosok yang belum mendapat sinyal internet yang stabil.

2. Belum semua merchant menerima QR Code Payment
Saat ini, baru sebagian merchant saja yang menerima QR Code Payment. Kalau tujuan utamanya adalah mempermudah transaksi keuangan untuk kelas menengah maka sosialisasi yang massif tentu diperlukan.

3. Mendorong perilaku konsumtif dan belanja impulsif 
Makin mudah melakukan pembayaran, makin konsumtif. Ini sudah jadi perilaku umum kebanyakan masyarakat kita. Makanya sosialisasi metode pembayaran QR Code sebaiknya juga dibarengi dengan sosialisasi literasi keuangan, khususnya bagi masyarakat kelas menengah agar mereka bisa memanfaatkan kemudahan ini sebaik-baiknya.

Perkembangan teknologi termasuk di bidang keuangan adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Sebagai generasi milenial, kita tentu perlu adaptatif menerima perkembangan teknologi ini. Namun secanggih-canggihnya perangkat, pengendali utama tetap ada di diri kita sendiri. Karena itu bijaklah memanfaatkan perkembangan teknologi, agar kita bisa merasakan manfaat yang optimal. Yuk, majukan dan gairahkan ekonomi dengan memakai QR standar.

Semoga jadi tambah tahu ya.

#feskabi2019
#gairahkanekonomi
#pakaiQRstandar
#majukanekonomiyuk

1 komentar

  1. transaksi elektronik semakin makin mudah dengan QR CODE.. umkm harus semakin pintar di era digital biar tidak tertinggal jauh oleh kompetitor bermodal besar

    BalasHapus