Ibu, Kendalikan Amarahmu


Saya sadar mungkin akan butuh waktu yang sangat lama bagi orang-orang untuk menyadari betapa penting peran ibu, betapa besar tanggung jawab yang dibebankan kepada ibu.

Bahkan saat ibu sudah melakukan upaya terbaiknya pun masih kerap disalahpahami, dianggap terlalu cerewet, terlalu banyak aturan, dan lain sebagainya. Oke, sebagai perempuan dan sebagai ibu, tugas kita di dunia ini mungkin terlalu berat. Kita bekerja penuh waktu tanpa imbalan dan kita kadang merasa terlalu stress menjalani semuanya. Terlalu lelah karena terlalu banyak pantangan buat ibu.

Ibu pantang sakit, pantang capek. Ibu tidak boleh begini, tidak bisa begitu. Ditambah lagi dengan ilmu dari para ahli, pembicara-pembicara di seminar parenting dan sejenisnya yang paling pintar bikin aturan begini begitu. Ibu harus jadi manusia super. Sekuat Superman, secanggih Ironman, atau sekaya Batman. Harus sabar, harus selalu senyum. Bla..bla.. bla. Ada konsep ibu ideal yang rupanya luar biasa sulit buat diaplikasikan di kehidupan nyata. It’s just too good to be true.

Sadarkah Ibu? Kita ini cuma manusia. Kita bisa capek, bisa kesal, bisa sakit, semua yang sifatnya manusiawi. Kadang, dalam kondisi tertentu, kita sampai pada batas kesabaran dan kewarasan. Kadang, karena tidak kuat lagi menahan semua sendirian, kita meledak. Iya, kita marah.

Dalam beberapa kasus berat, kemarahan ini bahkan begitu luar biasa hingga menyakiti orang lain. Orang-orang terdekat, yang sebenarnya sangat disayangi. Bukan sekali dua kali, kita membaca berita tentang ibu yang menyiksa anaknya, membunuh anaknya. Hal-hal yang rasanya nggak masuk akal dan bakal dengan mudah kita judge sebagai kejahatan luar biasa.

Betul, menyiksa apalagi sampai menghilangkan nyawa anak sendiri adalah kejahatan yang mengerikan. Tapi rasanya kurang pas juga kalau kita terlalu dini menghakimi perempuan lain. Karena saat kemarahan menguasai diri, kita bahkan tidak bisa lagi mengenali diri sendiri. Saat marah, orang bisa berubah 180⁰, dan perubahan itu sudah pasti bukan perubahan yang baik. Marah itu, meski sangat manusiawi tapi juga sangat berbahaya. Kenapa? Ini alasannya,

1. Saat marah, kita cenderung akan menyakiti orang lain.
Kemungkinan terbesar kita akan menyakiti orang yang membuat kita marah. Tapi, bagaimana kalau kita tidak bisa melampiaskannya kepada orang itu? Mencari sasaran yang lain adalah jalan termudah. Sasaran pelampiasan yang dipilih sudah pasti orang-orang yang kita anggap lebih lemah, lebih inferior. Anak, adalah sasaran empuk.

2. Marah akan merusak relasi kita dengan orang-orang terdekat.
Ibu, mungkin kita tidak sadar. Kadang kita membentak anak untuk alasan yang sebenarnya malah tidak ada kaitannya dengan anak. Sedang bertengkar dengan suami, sedang lelah, ditagih hutang, uang belanja kurang.

Sekedar bentakan, kita mungkin hanya menganggap angin lalu. Kita bakal cepat melupakannya. Tapi buat anak? Bisa jadi ada luka di hatinya. Ada kesedihan karena ibu yang disayang membentaknya. Dia bahkan tidak tahu apa salahnya. Ada pertanyaan, “Apakah ibu nggak sayang aku?”

Ingatan dan luka hati itu malah mungkin saja dibawanya terus sampai dewasa. Hal yang bisa jadi akan sangat kita sesali. Dan butuh usaha besar dan waktu yang lama untuk memperbaiki luka itu. Perhatikan saja, orang tua yang mudah marah nyaris tidak ada yang memiliki relasi baik dengan anaknya. Orang tua macam begitu dianggap sebagai momok. Orang tua macam begitu mungkin ditakuti, tapi tidak dihormati.

Saya rasa kebanyakan dari kita punya pengalaman dengan guru killer atau bapak tetangga yang galak banget. Ingat kan saat orang-orang pemarah itu bicara kita akan diam, bersikap pura-pura patuh tapi bergunjing dibelakangnya. Orang-orang macam begitu bakal kita amini kesialannya. Sama sekali tidak ada respect. Bayangkan bila itu relasi antara kita dengan anak kita sendiri.

3. Contoh yang buruk.
Karakter anak terbentuk karena ia belajar dan mengakomodasi nilai-nilai yang ada di lingkungan tumbuhnya. Ia menyerap perkataan, perbuatan dan tingkah laku orang-orang terdekatnya. Bisa bayangkan, nilai kehidupan seperti apa yang didapat anak kalau ia akrab dengan kemarahan yang destruktif? Anak akan mengganggap kemarahan itu sebagai hal yang wajar.

Ia, bisa jadi akan menjadi anak yang mudah marah pula. Membanting pintu, merusak property orang lain, memukul, bahkan mencaci, bakal dianggapnya sebagi hal yang lumrah. Jangan salahkan anak itu, karena itu yang ia pelajari dari kita. Ia tidak belajar bagaimana cara yang baik untuk mengendalikan kemarahan. Dan efek dominonya, sudah tentu, akan mengganggu kehidupan sosialnya. Kita nggak mau kan anak kita jadi seperti itu?

4. Marah itu melelahkan dan buruk untuk kesehatan.
Marah itu menguras banyak energi. Saat marah, kita cepat merasa lelah. Pikiran juga tidak tenang. Dan itu sangat melelahkan. Kelelahan yang sia-sia. Saat marah, jantung merespon dengan bekerja lebih keras, tekanan darah menjadi naik. Semua kerja tubuh kita menjadi tidak normal. Kadang saat marah, kita menjadi sakit kepala. Bahkan ada juga yang magh-nya kambuh saat marah. Seperti saya, kalau marah langsung sesak napas. Asma kumat.

5. Sia-sia. 
Marah, tidak membuat kita serta merta mendapatkan apa yang kita mau. Misalnya, kita marah karena nilai anak di sekolah jelek. Apa lantas kalau kita marah, nilainya bisa berubah jadi bagus? Kalau kita pikir dengan marah, bakal membuat anak termotivasi buat belajar lebih giat dan mendapat nilai lebih baik di lain waktu, saya rasa kita harus mempertanyakan lagi apa tujuan kita menyekolahkan anak. Mau anak menjadi manusia yang terdidik dan terpelajar atau sekedar nilai-nilai mata pelajaran yang bagus?

Orang bilang, jadi ibu itu harus sabar. Dan karena itu ibu tidak boleh marah. Toh, sebagai manusia rasanya tidak mungkin bila kita tidak bisa marah. Lalu apa ibu nggak boleh marah? Boleh kok, tapi harus dikendalikan. Kita perlu belajar mengontrol diri sendiri dan jangan memberi peluang kepada kemarahan untuk mengontrol kehidupan kita.

Sebenarnya, kemarahan adalah reaksi umum yang bisa terjadi pada siapa saja. Ada banyak pemicu kemarahan. Bisa karena hal sepele tapi bisa juga akibat ledakan stres. Dan mengingat betapa destruktifnya kemarahan, kita nggak punya pilihan lain kecuali mengendalikan amarah. Atau setidaknya mengendalikan diri supaya nggak gampang stres, karena stres membuat ibu mudah marah.

Saya sendiri termasuk orang yang gampang stres, gampang marah. Dan marah sangat melelahkan, menyebalkan. Tuh kan, saya bahkan marah dengan kemarahan saya sendiri. Tapi ada untungnya juga sih. Justru, karena itu saya jadi mencoba beberapa cara supaya nggak gampang stress dan gampang marah lagi. Saya kumpulkan dan mencoba saran dari beberapa teman, dari sumber-sumber di majalah dan internet. Dan berikut hasil rangkumannya.

a. Curhat 

Ini cara yang ampuh untuk melepaskan beban pikiran. Mengeluarkan segala kekhawatiran, ketakutan pada orang yang kita percaya bisa membuat kita sedikit lega. Cukup didengarkan saja, meski tanpa solusi. Beruntunglah bu, kalau Anda termasuk perempuan yang memiliki sahabat-sahabat yang baik, atau suami perhatian yang mau mendengarkan keluh kesah kita tanpa menghakimi. Tapi bagaimana kalau tidak?

Bagaimana kalau tidak ada seseorang pun yang bisa kita percaya untuk berkeluh kesah? Bagaimana kalau curhat ternyata kita malah disalahkan, malah dihakimi, dinasehati ini itu. Ah, bikin tambah depresi aja! Kalau itu yang terjadi, cobalah untuk menulis. Tulis di buku harian, dikasih gembok kalau perlu. Atau buat blog. Tulis saja apa yang ada di kepala kita. Keluarkan semua beban itu, semua uneg-uneg itu, muntahkan saja. Sudahlah nggak usah pedulikan tentang tata bahasa. Nggak usah pusingkan dengan pemilihan diksi atau letak titik dan koma. Toh, tulisan ini untuk konsumsi pribadi. Itu akan sangat membantu. Menulis bisa membuat kita tetap waras.

b. Melepas kontrol 

Kenapa kita marah? Umumnya kita marah, karena sesuatu berjalan tak sesuai dengan harapan atau keinginan kita. Oke sebut saja, kita ingin suami yang setia, memegang teguh komitmen. Tapi tiba-tiba ketahuan kalau suami selingkuh! Waaks.

Atau kita ingin anak-anak makan dengan manis di meja makan. Dengan begitu rumah akan tetap bersih dan rapi. Kenyataannya, anak sibuk memainkan makanan. Bukannya habis dimakan. Makanan yang sudah capek-capek dimasak malah dihambur-hambur. Berceceran di seluruh penjuru rumah. Ya ampuun.

Tapi itulah hidup bukan? Tidak semua hal berjalan ideal sesuai dengan yang ada di kepala kita. Tidak ada hal yang benar-benar berada dalam kendali kita. Kalaupun ada, satu-satunya yang bisa kita kendalikan adalah pikiran kita sendiri. Jadi ibu-ibu, lepaskanlah keinginan untuk mengendalikan hal-hal di sekeliling Anda. Kalaupun rumah harus berantakan, biarlah sesekali berantakan. Kalau tukang sayur telat datang, ya sudahlah beli makanan jadi saja. Kalau Ahok kalah di Pilgub kemarin, ya sudahlah relakan saja.

c. Positive thinking 

Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu 
Pikiran adalah pemimpin 
Pikiran adalah pembentuk 
Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya 
Bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya 
(Dhammapada 1 Bab 1 Yamaka Vagga 1) 

Kalau ini, saya yakin kita semua sepakat. Berpikir positif membuat hidup lebih mudah. Lucu juga kalau saya sadar betapa seringnya saya dikelabui oleh pikiran saya sendiri. Misalnya nih suami telat pulang sebentar, saya langsung kepikiran aneh-aneh. Mungkin dia kena musibah, kecelakaan, mungkin mampir ke karaoke, mungkin ini, mungkin itu. Ah, saya jadi takut dan bingung sendiri. Rasanya jadi emosional sekali. Padahal suami nggak kenapa-kenapa, dia telat sampai rumah hanya karena membelikan martabak buat saya. Kebetulan saja hari itu, antreannya panjang. Tuh kan, andai saja saya bisa lebih berpikir positif.

d. Lakukan hobi, turuti passion 

Mengerjakan hobi, atau kegiatan apapun yang sesuai dengan passion membuat kita lebih bahagia. Pun, mengerjakan hobi bisa membuat kita tetap sibuk dan menjauhkan diri dari pikiran buruk. Jadi, mana sempat untuk marah

e. Bergaul dengan teman-teman yang positif. Jauhi orang-orang nyinyir 

Pikiran negatif itu menular. Serius! Makin sering kita berkumpul dengan orang-orang yang hobinya nyinyir dan suka berpikiran buruk pada orang lain, makin mirip pula kita dengan mereka.

f. Makan sayur dan buah lebih banyak. 

Jujur saja, saya tidak tahu apakah ada tinjauan kesehatan yang menyebut mengenai hubungan sayur dengan sifat gampang marah. Ini sih murni pengalaman pribadi saya setelah menuruti saran seorang teman. Tapi ternyata ada benarnya juga. Yah setidaknya setelah beberapa lama saya rutin tiap hari menyertakan sayur sebagai menu makan siang dan malam, rasanya badan jadi lebih enteng deh, mungkin karena pencernaannya jadi lebih sehat. Dan boleh jadi karena itu pula, mood saya jadi bagus dan nggak gampang marah.

g. Kurangi beban tugas domestik. 

Yang namanya ibu-ibu, salah satu beban yang membuat kita sering kelelahan setiap hari adalah tugas domestik yang sepertinya tak kunjung usai. Mulai dari membereskan tempat tidur, menyapu rumah, memasak, mencuci piring, mencuci baju, menata rumah, menata pakaian , setrika, menjemur, membuatkan minum dan camilan. Wooow banyak sekali.

Nah, ini mungkin saatnya bagi kita untuk mendelegasikan dan mendistribusikan tugas-tugas domestik itu kepada anggota keluarga yang lain. Jangan dimonopoli sendiri! Misalnya nih, biasakan anak untuk membereskan tempat tidurnya masing-masing, atau bagi tugas menyiapkan sarapan dengan suami. Selain membuat beban kerja ibu lebih ringan, pendistribusian tugas domestik ini bisa melatih kemandirian anak dan membuat anggota keluarga yang lain lebih menghargai tugas seorang ibu, bukan?

h. Earn your own money. 

Harus diakui ya, uang itu suka nggak suka punya peran penting dalam kehidupan manusia. Meski dibilang uang bukan segalanya, tapi nyatanya segalanya membutuhkan uang. Sekolah anak butuh uang, beli makan butuh uang, bayar air dan listrik juga pakai uang, beli gas pakai uang juga. Dan sebagai pengelola keuangan dalam keluarga, kita jelas jadi orang yang paling dibikin pusing. Harga daging, cabai, telur naik, tapi jatah bulanan masih sama. Maka saya nggak heran kalau banyak ibu yang stress karena masalah uang.

Itulah sebabnya, saya menyertakan poin ini sebagai salah satu tips supaya ibu nggak gampang marah. Memiliki penghasilan sendiri biasanya membuat seseorang lebih percaya diri. Dan buat ibu-ibu, memiliki tabungan sekedar untuk dana darurat atau persiapan sekolah anak sudah cukup menenangkan hati. Bukan berarti saya menyarankan ibu-ibu untuk berkarir di luar rumah. Ada banyak kok kegiatan produktif yang bisa dilakukan dari rumah.

i. Salurkan energi 

Kalau saya marah, saya jadi rajin bersih-bersih. Kalau saya marah, saya keluarkan semua baju di lemari, saya tata ulang semua. Setelah itu, hati rasanya jadi lebih plong. Hilang keinginan saya buat marah. Nah, cara ini mungkin bisa dicoba. Kalau tidak suka bersih-bersih, ganti saja dengan kegiatan lain. Mungkin memasak atau olahraga. Pokoknya kegiatan apa saja yang bisa membuat Anda berpikir lebih jernih.

Semoga bermanfaat ya..

2 komentar

  1. Mengendalikan amarah ini gampang-gampang susah :( kadang pekerjaan rumah numpuk, deadline, anak rewel bikin kesabaran ini setipis sutra *hiks
    Benar-benar belajaar banget melatih kesabaran. Makanya, kadang aku suka silentkan hp mak terus nonton, baca buku (which is only 2 books for a month T__T),akhir pekan kadang aku nggak masak, pijat! huhuuh
    Peran suami juga penting banget ya mak, bantuin kita jaga anak..

    Tulisan ini kata hati para mama-mama dah :D

    BalasHapus
  2. dan dengan setumpuk tanggung jawab itu, butuh suami yang pengertian yaaa. hehe

    BalasHapus