Pahlawan Sejati Ada Di Rumah Kita


Tidak terasa sudah masuk bulan Agustus. Sudah tanggal 17 pula. Dan seperti tahun –tahun yang lewat, perayaan tujuhbelasan terasa begitu menyita perhatian dan energi. Dulu, saat saya masih kecil, momentum begini bisa dimanfaatkan oleh guru-guru dan orang tua untuk mengingatkan kita, anak-anaknya tentang pengorbanan para pahlawan dalam memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Pengakuan sebagai bangsa berdaulat yang diperjuangkan selama lebih dari 350 tahun dan melewati jalan berliku dan terjal. 

“Kita yang hidup di masa kemerdekaan begini enak. Dulu, waktu jaman Belanda mau makan saja susah,” begitu cerita Almarhumah Simbah. Beliau yang melewati masa-masa penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang hingga masa reformasi. Tentu sudah kenyang dengan gejolak sosial politik negeri ini. Maka dari yang saya ingat, beliau selalu mengingatkan kami, cucu-cucunya tentang pentingnya menjalani hidup sebagai manusia yang bermanfaat dan mengabdi kepada bangsa. Saya maklum dengan harapannya itu. Beliau pasti tahu bagaimana orang-orang yang hidup pada masanya berjuang demi kedaulatan Indonesia. Menurut Simbah, mereka semua, yang berkorban untuk kepentingan bangsa ini, baik yang dicatat maupun tidak tercatat adalah pahlawan. 

Dan begitulah arti pahlawan yang tertanam dalam benak saya. 
Pahlawan adalah orang yang berani mengorbankan diri, kepentingan, kesenangan sendiri demi kepentingan lain yang lebih besar. 

Saya mungkin sudah terlalu terlambat untuk menjadi pahlawan yang mengangkat senjata, melawan penjajah untuk kemerdekaan. Tapi saya tahu saya masih punya kesempatan untuk menjadi pahlawan, setidaknya bagi keluarga saya sendiri. Bukankah langkah besar selalu dimulai dari sebuah langkah kecil. Sebuah perjuangan besar bisa saja dimulai dari lingkungan terkecil, keluarga. 

Pahlawan Keluarga 

Dalam keluarga, setiap orang adalah pahlawan bagi anggota keluarga yang lain. Ya, karena dalam keluarga, kita mau tidak mau harus mampu saling berkompromi, dan bahkan mengorbankan keinginan dan kesenangan pribadi demi kebersamaan dalam keluarga. Anak-anak kadang mengorbankan kesenangannya demi membantu orang tua, orang tua pun seringkali mengorbankan kebutuhan pribadi demi kepentingan sang anak. Suami berkorban untuk kebahagian istri dan anak, dan istri pun menahan keinginan dan mengenyampingkan kebutuhannya demi suami dan anak. Begitulah kita saling menjadi pahlawan untuk satu dan lainnya. 

Tapi, dari sekian banyak tindak kepahlawanan dalam keluarga, saya rasa kepahlawanan sang ibu adalah juaranya. Bukan, bukan karena saya seorang ibu, lantas saya merasa paling banyak berkorban untuk keluarga. Justru karena saya pernah merasakan peran sebagai anak, kakak dan sekarang sebagai ibu, saya jadi bisa membandingkan. 

Dulu, sebelum melakoni peran sebagai ibu, saya tidak tahu bahkan tidak bisa paham bagaimana kepahlawanan seorang ibu ternyata memberi andil besar dalam menjaga keberlangsungan hidup saya. 

Ya, saya dulu memang tidak paham bahwa ibu, disamping perannya sebagai ibu yang melahirkan dan mendidik anak-anaknya, ternyata juga harus bertanggung jawab pada masalah logistik, masalah keuangan, masalah kebersihan, hingga urusan sepele seperti membangunkan kami di pagi hari pun, ibu juga yang melakukan. Saya hidup dalam asuhan seorang ibu rumah tangga. Beliau bangun paling pagi dan tidur paling larut. Tiap pagi, beliau memastikan semua kebutuhan kami siap sebelum kami memulai aktivitas. Tiap minggu, beliau juga harus selalu memastikan bahwa semua bahan makanan cukup untuk semua anggota keluarganya. Ibu juga sangat cermat menentukan obat yang paling pas dikonsumsi saat kami sedang sakit, perawatan apa yang kami butuhkan, memastikan apakah kami istirahat dengan cukup atau tidak. Urusan pakaian juga jadi tanggung jawab ibu, dimana beli baju yang berkualitas tapi harga sesuai budget, bagaimana cara mencucinya, detergent apa yang bagus, hingga cara penyimpanan. 

Sungguh, dulu saya tidak sampai membayangkan sebegitu besar tanggung jawab seorang ibu sampai akhirnya saya merasakan sendiri. Baru setelah saya menjadi ibu, saya akhirnya paham kenapa ibu saya jarang sekali membeli baju untuk dirinya sendiri. Setelah sebesar ini, baru saya sadar ternyata selera makan ibu sebenarnya sedikit berbeda dengan kami. Kami, anak-anaknya suka nasi yang agak lembut, sementara ibu ternyata suka nasi yang pulen. Dulu saya tidak sadar, karena beliau selalu memasak sesuai selera kami. 

Saya yakin, bukan hanya ibu saya yang melakukan pengorbanan besar untuk keluarganya. Kebanyakan ibu di dunia ini secara naluri mungkin juga akan membuat pengorbanan yang sama, sikap kepahlawanan yang serupa. Hanya bentuknya saja yang berbeda, sesuai dengan kondisi keluarga masing-masing. 

Pahlawan Sebenarnya

Saya makin percaya, sosok ibu memiliki peran vital dalam sebuah keluarga. Disamping pengorbanannya yang sedemikian besar, ibu juga memiliki kewenangan besar dalam menentukan banyak hal. Makanan apa yang dimakan keluarganya, baju apa yang dipakai, sekolah dimana, hingga pembersih lantai apa yang dipakai. Jadi kalau dipikir-pikir, perempuan selain selayaknya dihargai karena pengorbanannya yang besar, perempuan juga memiliki potensi luar biasa untuk memajukan bangsa ini. Bayangkan saya, urusan pendidikan dalam keluarga umumnya di tangani oleh wanita, urusan ekonomi juga diputuskan oleh perempuan. Aneh rasanya kalau kaum perempuan masih sering disepelekan, dipandang sebelah mata bahkan kerap jadi korban kejahatan dan penindasan para pria. 

Mungkin, ini hanya perkiraan saya saja, perempuan dalam keluarga merasa ada pada posisi tawar yang rendah karena urusan cari nafkah kebanyakan dilakukan oleh suami. Saya sendiri seorang ibu rumah tangga yang memutuskan untuk resign sejak hamil anak semata wayang. Urusan cari nafkah sepenuhnya jadi tanggung jawab suami. Awalnya, saya sepenuhnya menggantungkan kebutuhan hidup dari uang yang diberi suami. Tapi, saya tidak tahan hidup begitu terlalu lama. Sungguh, sebagai perempuan yang sebelumnya mandiri dalam urusan keuangan, lantas menggantungkan kebutuhan pada suami rasanya sangat tidak enak. Iya kalau ada rejeki lebih saya bisa menyisihkan sedikit untuk belanja keperluan pribadi saya atau sekedar memanjakan Narend dengan mainan baru. Tapi kalau sedang pas-pasan, uang bulanan tetap tapi kebutuhan sedang banyak-banyaknya. Wah harus putar otak, kencangkan ikat pinggang. Nelangsa. 

Saya sempat terpikir untuk kerja lagi, tapi ternyata saya nggak tahan jauh terlalu lama dari Narend. Saya mau selalu hadir dalam proses tumbuh kembangnya. Saya ingin menikmati moment mengantar dia ke sekolah, melambaikan tangan. Saya juga ingin selalu hadir untuk menyambut dia ketika dia pulang sekolah. Saya nggak mau melewatkan itu. Jadi, saya pikir saya harus mulai mencari cara mencari uang yang memungkinkan saya untuk tetap di rumah. Ikutan MLM, dagang di facebook sempat saya lakoni. Hasilnya? Bisa dibilang masih jauh dari memuaskan. Yah, sabar aja sih, mungkin saya masih harus melalui proses ini. Eeeeh tapi kurang lebih setahun lalu saya baca tentang start up lokal baru, namanya KUDO (Kios Untuk Dagang Online). 

Dilihat dari reviewnya di beberapa pemberitaan, kelihatan menarik juga buat dicoba. Jadi, KUDO ini bisa dibilang merupakan aplikasi belanja online. Tapi beda dengan e-commerce kebanyakan, di KUDO kita bisa berperan menjadi agen KUDO dan mendapatkan komisi setiap kali transaksi. Asyik ya, sebenarnya mirip seperti kalau kita jadi reseller produk tertentu gitu. Bedanya, produk yang ditawarkan beragam, mulai dari produk rumah tangga, fashion, makanan, pulsa, tiket, sampai pembayaran tagihan seperti asuransi. Selain itu, agen juga nggak perlu repot mikirin margin keuntungan, karena setiap transaksi kita otomatis dapet komisi yang besarnya dah ditentukan, dan langsung tersimpan di dompet Kudo. 

Sebagai agen, saya bisa menawarkan produk hanya dengan berbekal tablet atau smartphone ke calon pembeli. Mereka membeli secara offline ke agen dan kita meneruskan pembelian itu secara online ke KUDO. Sederhana. 

Buat ibu rumah tangga yang tinggal di kampung nun jauh di kaki gunung Lawu, dimana masih banyak ibu-ibu lain yang masih malas, takut atau malah nggak paham caranya belanja online, jadi agen KUDO bisa jadi solusi tepat untuk menambah penghasilan. Sekaligus solusi bagus buat orang-orang yang ingin belanja online tapi masih gaptek. 

Cara gabung jadi agen juga gampang banget kok. Cukup unduh aplikasinya via google playstore, masuk ke halaman login lalu daftar sebagai agen. Isi data diri dan jangan lupa masukkan kode referral Ai71csq. Lalu tunggu sampai pihak KUDO selesai memproses pendaftaran.  




Pada akhirnya, semua pengorbanan dan perjuangan ini hanya bagian dari usaha saya untuk menjadi pahlawan bagi keluarga yang teramat saya cintai. Bukan semata karena nilai materi yang mungkin bisa saya dapatkan, yang sedang saya upayakan adalah keluarga yang solid, guyub, akrab dan penuh cinta. Sungguh bahagia rasanya bila nanti saya bisa mengantar semua anggota keluarga mencapai kesuksesan. Bukan kesuksesan dalam arti sempit yang diukur dari jumlah uang dan gengsi jabatan, tetapi kesuksesan menjalani hidup dengan penuh kebajikan dan selalu bahagia. 

Terima kasih para pahlawanku, Bapak Ibu, Adik-adik, Romo dan Narend. Kalian inspirasi dan pahlawan sesungguhnya. Semoga saya pun bisa jadi pahlawan bagi kalian semua.

Tidak ada komentar