Saat Si Amatir Mulai Menjahit Lagi


Kombinasi dari punya baby dan duit belanja yang mepet adalah kreatifitas. Hehehehe. Ya, setidaknya itu yang terjadi pada saya. Sebagai ibu baru (saya nggak berani bilang ibu muda. Sadar umur lah) wajar banget kalau kita ingin selalu membeli barang yang lucu-lucu buat baby tercinta. Nafsu buat belanja barang buat baby lebih tinggi daripada buat beli kebutuhan sendiri. Namanya juga ibu baru. 

Saya kayaknya juga jadi korban syndrom "He's just a mini me". Yah meskipun saya dan Narend beda kelamin sih. Tapi toh sama sekali tidak menghalangi keinginan dalam hati buat mendandani Narend seimut dan sekeren mungkin. Dengan selera saya tentunya. Kalau abis dapet kucuran dana dari Romonya Narend, rasanya langsung kalap pengen beli baju dan aksesoris ini itu buat Narend. Andai saja nggak diingatkan Romo, wah bisa langsung habis tuh jatah bulanan.

Jadi, saat keinginan ternyata tidak sejalan dengan isi dompet. Otak saya mulai dipaksa bekerja, cari cara supaya bisa dapet barang yang saya mau, tapi nggak perlu keluar duit banyak. Tau sendiri kan beberapa item barang bayi itu lumayan mahal harganya. Yah, setidaknya menurut ukuran dompet saya. Nggak tau kenapa, padahal barang-barang buat bayi itu ukurannya kan kecil ya? Tapi harganya kok sering lebih mahal daripada barang yang buat orang dewasa. Suka nggak habis pikir nih.

Barang yang saya pengen pun sebenarnya juga bukan barang yang urgent banget sih. Apaan sih? Paling cuma bantal imut, mainan, sepatu bayi. Pokoknya hal-hal seperti itu lah. Nggak terlalu penting, tapi sangat menggoda.

Maka iseng-iseng, dengan berbekal mesin jahit hadiah dari suami, kain velboa dan sisa flanel waktu bikin souvenir dulu, saya coba berkreasi sedikit. Saya buat guling mini dengan aplikasi perca. Itung-itung sekalian  mengurangi tumpukan kain di rumah. Daripada dibuang begitu saja, kan sayang. Mubazir!. Prinsip saya tuh, manfaatkan sampai titik darah penghabisan. Jangan terlalu banyak nyampah. 

Dan setelah kurang lebih setengah harian berkutat dengan mesin jahit dan kain-kain itu, dan tentu saja diselingi mengurus dan menyusui Narend. Sukseslah saya membuat guling kecil. Warnanya merah muda dengan aplikasi badut kurcaci yang dibuat dari flanel. Hasilnya memang belum sekeren temen-temen crafter lain, tapi menurut saya sih juga nggak terlalu mengecewakan. Secara, jam terbang saya di dunia crafting memang belum tinggi.


Bagi saya, menjahit itu bagian dari kegiatan relaksasi. Juga cara saya untuk mengaktualisasi diri. Setelah tidak lagi bekerja karena hamil, saya sering bosan di rumah. Nah, menjahit bisa jadi pelarian yang menyenangkan. Dulu, waktu masih hamil, saya bisa menghabiskan waktu seharian bersama benang, kain dan jarum. 

Waktu itu, saya lagi senang-senangnya membuat sepatu bayi dari flanel. Polanya diambil dari buku mbak Fitri Gaity, temen crafter yang emang spesialisasi di bidang sepatu bayi dari flanel. Sempet dapet kursus singkat juga sih dari mbak yang cantik ini. Waktu itu, ngeliat mbak Fitri jahit sepatu bayi kelihatannya kok gampang banget. Cepet pula jadinya, cuma jahit-jahit, potong-potong sedikit, trus jadi deh. 

Saya pikir, saya juga bisa deh kalau cuma gitu mah. Tapi begitulah, kita nggak akan pernah tau kemampuan diri kalau kita nggak pernah mencoba melakukan sendiri bukan? Dan ternyata setelah saya coba menjahit sendiri....Ooh My God!! Lebih gampang bayangin jahit daripada neglakoni. Sungguh menjahit itu nggak semudah yang saya lihat dan saya bayangkan. Salah-salah potong, bentuk sepatu jadi aneh. Nggak simetris gitu. Nggak imut sama sekali deh.

Tapi saya pantang mundur sebelum berhasil. Makanya saya coba terus bikin sepatu bayi. Bahannya macem-macem. Nggak melulu harus dari kain flanel/ felt. Emang sih, menjahit di kain flanel/felt lebih mudah, membentuknya juga relatif lebih simple. Tapi saya penasaran juga bikin sepatu bayi dari kain beneran. Dan inilah hasilnya...


Nah kalau ini, sepatu bayi dari kain flanel/ felt. Asyik banget bikinnya, andai saja persediaan flanel saya masih banyak, mungkin lebih banyak lagi sepatu yang saya buat. Tapi ini nggak semua buat Narend, ada yang saya bagi-bagi juga ke sodara yang kebetulan punya baby. Untungnya mereka cukup menghargai dengan produk sepatu bayi perdana saya ini. Hihihihi padahal belom rapi gitu y..


Sementara foto yang dibawah yang ini adalah penampakan Narend dan guling barunya. Geli juga liat dia penasaran dengan aplikasi kurcaci yang ada di guling barunya. Kalau mau tidur atau abis nenen, itu kurcaci sering jadi sasaran Narend buat diremas-remas. Hehehehehe. Untung kurcacinya nggak hidup ya, bayangin kalau hidup pasti dah pada protes tuh. Nah bagian bawahnya, saya beri aplikasi mobil dan awan. Maksud hati sih biar keliatan agak "laki" gitu. Soalnya kain velboa yangg saya pakai sebagai bahan utama guling itu kan warna pink. Yang notabene sering diidentikkan dengan warna perempuan.
 


Buat perempuan seperti saya, yang sejak kecil selalu membayangkan bakal kerja kantoran dan berkarir di luar rumah, peran sebagai ibu rumah tangga awalnya memang jadi momok yang menakutkan. Khawatir tidak lagi bisa bersosialisasi, harus berkutat dengan pekerjaan rumah yang membuat kita tidak bisa tampil necis, tidak bisa memanjakan diri lagi. Ternyata setelah dijalanin, sekarang saya bisa berkata pada diri saya sendiri "Hei, asyik juga jadi ibu rumah tangga." Bisa belajar keahlian baru, bisa lebih punya banyak waktu kok buat perawatan tubuh (asal pinter-pinter bagi curi waktu aja), dan moment yang tidak tergantikan adalah punya waktu luar biasa banyak untuk terus bersama buah hati tercinta.

Tidak ada komentar