Generasi Milenial, kalian pasti tak asing dengan pepatah ini, “Kalau nggak bangun pagi, nanti rezekinya dipatok ayam!”
Dulu, pepatah ini sering banget saya dengar dari mendiang Bapak. Terutama saat beliau berusaha membangunkan saya dan adik di pagi hari.
Beliau memang paling rajin menyuruh kami bangun pagi.
Hampir setiap hari, adegannya selalu sama.
Pukul lima pagi, pintu kamar kami diketuk. Sambil memanggil nama anaknya satu persatu, Bapak membuka tirai jendela. Lantas menyentuh kaki kami dengan tangannya yang dingin karena terkena air wudhu.
Uniknya, cara itu selalu sukses membangunkan kami.
Saya kadang kesal karena harus selalu bangun pagi. Pasalnya, Bapak nggak peduli hari sekolah atau hari libur, ia tetap mewajibkan kami bangun pagi.
Jujur saja, waktu itu rasanya malaaaaas banget. Nggak jarang saya mengeluh. "Ngapain sih, Pak, bangun pagi melulu. Kan besok libur.”
Dan biasanya Bapak cuma senyum simpul sambil bilang, “Anak pintar harus bangun pagi. Biar rezekinya nggak dipatok ayam!”
Bah, ayam mana pula yang suka patok rezeki orang? Yang dipatok ayam kan cacing sama beras, pikir saya dengan logika anak-anak.
Toh, kami tetap menurut. Di hari libur, seperti minggu pagi, Bapak bakal mengajak kami, anak-anaknya, jalan kaki keliling kompleks, sambil jajan. Kadang kami bersepeda bersama, atau ikut senam bersama warga kompleks di lapangan dekat rumah.
Dulu semua itu terasa seperti rutinitas biasa saja, tapi sekarang saya sadar, momen seperti inilah yang bikin masa kecil saya indah.
Sekarang, giliran saya yang jadi orang tua. Drama membangunkan anak tiap pagi pun terulang lagi. Bedanya kali ini, saya yang ada di posisi Bapak.
Jam 5 pagi, saya mulai memanggil anak saya, menyuruhnya segera bangun. Tapi bocah itu hanya menggeliat sedikit, lantas meringkuk makin dalam di balik selimut.
Saya jadi kepikiran, dulu Bapak kok bisa sesabar itu ya menghadapi kami tiap pagi. Padahal, di masa itu belum ada channel youtube dan seminar-seminar parenting yang mengajarkan soal mindful parenting atau gentle parenting.
Tapi entah bagaimana, beliau berhasil membentuk kebiasaan bangun pagi tanpa marah-marah, tanpa ancaman. Sekadar ajakan sederhana, tapi dilakukan konsisten setiap hari.
Dan lucunya, kebiasaan itu masih menempel sampai sekarang. Tubuh saya secara otomatis terbangun sebelum jam enam, bahkan di hari libur.
Yaaah, meskipun kadang kalau lagi malas balik tidur lagi. Hehehehe.
Pengalaman ini bikin saya belajar, bahwa ternyata membangun kebiasaan bangun pagi bukan soal keras atau lembutnya cara kita membangunkan anak, tapi soal rutinitas yang konsisten dan suasana yang menyenangkan.
Di zaman sekarang, tantangannya tentu beda. Anak-anak tumbuh di era serba digital. Sebagian anak-anak kita, termasuk juga anak saya, seringkali tidur larut karena nonton, main game, atau scrolling video di media sosial.
Ditambah lagi, ada anak-anak yang tugas sekolah-nya segambreng, bikin mereka kesulitan mendapat waktu tidur yang cukup. Makanya saya maklum, kalau ada orang tua yang curhat mengenai “drama pagi” yang riuh di rumah mereka, layaknya medan perang.
Terkesan sepele, tapi orang tua wajib tahu bahwa kebiasaan bangun pagi punya dampak besar buat tumbuh kembang anak.
Tidak hanya soal “biar nggak telat sekolah”. Bangun pagi juga melatih disiplin waktu, rasa tanggung jawab, dan kesiapan diri menyambut hari. Saya sudah mengalaminya.
Itulah sebabnya saya mendukung penuh Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat yang dicanangkan oleh Kemendikdasmen (Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah). Karena didalam gerakan itu ada kebiasaan bangun pagi yang jadi pintu masuk menuju kebiasaan positif lainnya.
- Bangun pagi
- Beribadah
- Berolahraga
- Makan sehat dan bergizi
- Gemar belajar
- Bermasyarakat
- Tidur cepat
Nah, biar nggak cuma teori, kali ini saya mau berbagi beberapa cara sederhana (dan sedikit anti-mainstream) yang bisa bantu anak-anak kita lebih semangat bangun pagi. Tanpa perlu drama atau suara teriakan di pagi hari.
Kenapa Anak Susah Bangun Pagi?
Sebagai orang tua, kita sering digelayuti pertanyaan, “Kenapa sih anak saya susah bangun pagi? Kayaknya dulu saya nggak gini-gini amat deh.”
Padahal, kalau dipikir-pikir, dulu kita juga pernah di posisi anak. Tapi kok ya rasanya nggak seberat itu buat bangun pagi.
Bu..Ibu...anak kita bukannya malas, tapi memang ada beberapa kondisi yang membuat anak-anak zaman sekarang lebih sulit membuka mata di pagi hari.
1. Jadwal tidur nggak konsisten
Hari ini, anak tidur jam 9 malam, tapi besoknya baru tidur jam 11, pasti jam biologisnya bingung. Tubuh anak butuh ritme tetap supaya bisa tahu kapan waktunya istirahat dan kapan harus bangun.
Kalau tiap malam jam tidurnya berubah, ya jangan heran kalau pagi-pagi mereka masih “lemas mode”.
2. Kebablasan main gadget sebelum tidur
Siapa nih yang sering bilang “nonton bentar aja” tapi akhirnya baru kelar jam 11 malam? Atau bahkan lebih.
Cahaya biru dari layar gadget bisa menghambat produksi melatonin, hormon yang bikin ngantuk. Jadi, meski anak sudah rebahan, otaknya belum “siap” tidur.
3. Tidur siang terlalu lama
Tidur siang memang baik, tapi kalau kelewatan atau dilakukan terlalu sore, anak malah jadi susah tidur malam. Akibatnya, waktu tidurnya mundur, dan paginya... ya, susah banget dibangunin.
4. Faktor usia dan perubahan hormon
Buat anak yang mulai remaja, ini tantangan tersendiri. Di masa pubertas, hormon melatonin baru keluar lebih malam. Jadi, mereka memang cenderung baru ngantuk di atas jam 10 malam. Nggak heran kalau pagi harinya tubuh mereka masih “belum siap tempur”.
5. Lingkungan tidur yang kurang nyaman
Kamar yang terlalu terang, panas, atau bising bisa bikin kualitas tidur anak berkurang. Kadang hal kecil kayak tirai yang nggak tertutup rapat atau suara TV dari ruang sebelah bisa jadi distraksi yang bikin tidurnya nggak nyenyak.
6. Aktivitas dan stres berlebih
Anak-anak sekarang bukan cuma belajar, tapi juga punya seabrek kegiatan. Mulai dari les, tugas sekolah, sampai ekskul. Kadang otak mereka masih “berputar” bahkan setelah lampu kamar dimatikan.
7. Kurang aktivitas fisik di siang hari
Anak yang jarang bergerak biasanya malah susah ngantuk malamnya. Tubuhnya belum “capek” secara alami, jadi ritme tidurnya mundur. Olahraga ringan atau sekadar main di luar sore hari bisa membantu anak tidur lebih nyenyak di malam hari.
8. Asupan nutrisi yang kurang seimbang
Kekurangan mikronutrien seperti zat besi, magnesium, dan vitamin B bisa bikin anak lebih mudah lelah, tapi malah susah tidur nyenyak. Akibatnya, bangun paginya juga berat.
9. Kurang tidur kronis
Kalau jam tidur terus berkurang dari hari ke hari, anak jadi mudah lelah, gampang cranky, dan butuh waktu lebih lama buat benar-benar “bangun”. Ini efek domino yang sering nggak disadari orang tua.
Nah, setelah tahu penyebabnya, sekarang saatnya kita bantu anak membangun kebiasaan bangun pagi dengan cara yang lebih menyenangkan. Fokusnya, tidak semata soal jam tidur, tapi juga suasana pagi yang membuat anak ingin bangun. Bukan dipaksa bangun.
Kita bisa belajar dari beberapa negara dengan kualitas pendidikan baik seperti seperti Finlandia dan Jepang. Anak-anak di sana tumbuh dengan budaya disiplin waktu yang terbentuk dari rutinitas kecil sejak dini.
- Di Jepang, banyak orang memulai hari dengan ritual “asagao”, yaitu menyapa matahari pagi. Anak-anak terbiasa bangun lebih awal dan mengikuti senam radio taiso, serangkaian gerakan ringan yang disiarkan di radio sejak tahun 1928. Aktivitas ini bukan sekadar olahraga, tapi juga cara menenangkan pikiran dan menyiapkan tubuh agar siap menjalani hari.
- Sementara di Finlandia, suasana paginya justru dikenal lebih tenang. Ada tradisi unik di mana sebagian orang, terutama di pedesaan, memulai hari dengan sauna pagi. Setelahnya, mereka mandi air dingin untuk menyegarkan tubuh sebelum beraktivitas. Bagi masyarakat Finlandia, sauna bukan cuma soal relaksasi, tapi juga bagian dari gaya hidup sehat yang menjaga keseimbangan tubuh dan pikiran.
Kedua negara ini sama-sama menunjukkan bahwa bangun pagi bukan sekadar soal disiplin waktu, tapi tentang bagaimana menyiapkan tubuh dan pikiran agar siap menghadapi hari dengan energi positif.
Lalu bagaimana dengan kita, para orang tua di Indonesia?
Tenang....kita juga bisa, menumbuhkan semangat bangun pagi di rumah, dengan cara sederhana dan penuh kehangatan.
Cara Sederhana Membiasakan Anak Bangun Pagi Tanpa Drama
Setelah tahu kenapa anak susah bangun pagi, sekarang saatnya kita bantu mereka membangun kebiasaan baik ini pelan-pelan. Nggak perlu pakai teriakan atau ancaman “rezeki dipatok ayam” kok. Cukup dengan langkah-langkah kecil tapi konsisten.
1. Terapkan Jam Tidur yang Teratur dan Konsisten
Salah satu kunci utama supaya anak terbiasa bangun pagi adalah konsistensi jam tidur. Tubuh anak memiliki jam biologis sendiri, Tapi kalau tiap malam jam tidurnya berubah-ubah, tubuhnya jadi bingung. Akhirnya, ritme tidur nggak stabil dan jadi susah bangun pagi.
Idealnya, anak usia sekolah dasar butuh tidur sekitar 9-11 jam jam per malam. Sedangkan remaja, 8-10 jam. Jadi, kalau anak harus bangun jam 6 pagi, sebaiknya lampu kamar sudah padam antara jam 8 atau 9 malam.
Supaya lebih mudah, orang tua bisa bikin ritual malam yang sama setiap hari, Misal, sikat gigi, membereskan tas sekolah, baca buku lalu lampu dimatikan. Rutinitas ini memberi sinyal ke otak anak kalau, sebentar lagi waktunya tidur.
Atau, orang tua juga bisa pakai pengingat visual yang lucu dan mudah dipahami anak, seperti alarm dengan musik yang pelan dan menyenangkan.
Saya sendiri, waktu kecil punya alarm versi analog, yaitu siaran Dunia Dalam Berita. Tiap kali musik pembukanya terdengar dari TV, Bapak langsung bilang, “Nah, waktunya tidur.”
Simple kan? Tapi efektif banget lho. Kita bisa menerapkan hal serupa untuk anak, misal kita putarkan lagu tertentu dari youtube kids favoritnya sebagai penanda waktu tidur. Dengan cara sederhana seperti ini, jam tidur teratur bisa terbentuk tanpa banyak drama.
2. Pagi yang Tenang Dimulai dari Cara Kita Membangunkan Anak
Alih-alih teriak dan membangunkan anak dengan bentakan, membangunkan dengan cara yang lembut dan penuh kasih lebih efektif lho. Dan tentu saja, hal ini bikin mood anak lebih baik.
Tidak semua anak bisa langsung siap tempur begitu dibangunkan. Ada yang butuh waktu beberapa menit buat benar-benar sadar.
Saya punya teman yang selalu memutar lagu kesukaan anaknya setiap pagi. Lucunya, begitu nada awal lagu itu terdengar, si anak langsung bangun pelan-pelan.
Saya sendiri punya kenangan serupa. Dulu, Bapak sering membangunkan saya dengan cara yang unik, menempelkan tangannya yang dingin karena air wudhu ke kaki saya. Refleks langsung bangun deh.
Bisa juga dengan bisikan lembut di telinga anak, panggilan sayang, atau pelukan kecil. Sentuhan fisik yang penuh kasih bisa bikin anak merasa aman dan disayangi, dan itu jauh lebih efektif daripada alarm keras atau nada tinggi.
Kita juga bisa coba bikin playlist musik pagi khusus! Isinya lagu-lagu ceria berdurasi sekitar 10 menit. Begitu lagu terakhir selesai, itu jadi tanda waktunya bangun sepenuhnya. Tanpa paksaan, tanpa drama.
3. Biarkan Cahaya Pagi yang Membangunkan
Kadang, anak tidak perlu dibangunkan dengan suara, biarkan cahaya pagi yang melakukannya. Begitu tirai dibuka dan sinar matahari masuk ke kamar, tubuh akan otomatis memberi sinyal ke otak kalau ini waktunya bangun.
Hal ini lantaran paparan cahaya alami membantu menekan hormon melatonin dan memicu energi alami.
Kalau kamar masih gelap, sejuk karena AC dan tirai tertutup rapat, ya wajar saja anak betah di bawah selimut. Coba deh, setiap pagi buka tirai, buka jendela, biarkan udara segar masuk dan matikan AC. Perubahan kecil ini bisa membuat tubuh anak menangkap sinyal kalau ini waktunya bangun. Sehingga dia bisa bangun sendiri dan tubuhnya lebih cepat menyesuaikan diri dengan waktu pagi.
4. Bangunkan dengan Aroma yang Menggoda
Kalau stimulus cahaya dan suara belum sukses membangunkan anak, cobalah pakai senjata rahasia, aroma sedap masakan. Anak-anak, dan orang dewasa juga sih, cenderung lebih cepat bangun kalau mencium sesuatu yang enak. Misal, wangi roti panggang, telur orak-arik, nasi goreng atau aroma kopi dan coklat yang baru diseduh.
Stimulasi aroma ini bisa mengaktifkan indera penciuman yang terhubung langsung ke bagian otak yang mempengaruhi suasana hati dan rasa lapar.
5. Aktifkan Tombol “ON” dengan Peregangan
Kerap terjadi, anak sudah bangun, tapi belum sepenuhnya sadar. Masih lemas, mengantuk dan butuh waktu agak lama untuk bangun sepenuhnya. Nah saat itulah, kita bisa bantu menghidupkan tombol “on”-nya dengan mengajak mereka melakukan streching ringan.
Misalnya dengan gerakan sederhana, mengangkat tangan ke atas, menunduk pelan atau menggoyangkan kaki, sembari main game sederhana : siapa yang jadi pohon paling tinggi.
Kita juga bisa mengambil inspirasi dari kebiasaan anak-anak Jepang yang melakukan senam taiso tiap pagi. Atau kebiasaan leluhur India yang melakukan yoga surya namaskara. Gerakan ringan ini membuat tubuh dan pikiran lebih cepat “bangun”.
6. Jadi Contoh yang Konsisten
Anak adalah peniru ulung. Mereka lebih cepat menangkap apa yang kita ‘lakukan’ daripada apa yang kita 'katakan’. Jadi, kalau kita ingin anak terbiasa bangun pagi, ya kita harus rutin bangun pagi juga.
Bangunlah di jam yang sama setiap hari, bahkan di akhir pekan. Nggak perlu langsung produktif, yang penting terlihat bahwa pagi itu waktu yang menyenangkan. Misalnya, sambil menyedu teh, dan menikmati taman, menata tanaman, atau sekadar duduk menikmati udara segar.
Anak yang melihat suasana tenang dan menyenangkan di pagi hari, tanpa sadar akan menganggap bangun pagi itu hal yang biasa, bahkan menyenangkan.
Lama-lama, mereka akan terbentuk ritmenya sendiri, bukan karena disuruh, tapi karena meniru kebiasaan baik orang tuanya.
Membiasakan anak bangun pagi memang tidak bisa instan. Kadang berhasil, kadang masih drama juga. Itu wajar banget. Tapi lewat kebiasaan kecil yang dilakukan konsisten, lama-lama tubuh dan pikirannya akan punya “alarm alami” sendiri.
Nggak perlu terlalu keras memaksa, apalagi sampai marah-marah. Cukup hadir, dampingi, dan tunjukkan bahwa pagi itu waktu yang menyenangkan untuk memulai hari. Karena sebenarnya, membiasakan anak bangun pagi bukan cuma soal waktu, tapi soal membangun ritme hidup yang sehat dan bahagia.
Eh, kalau dipikir lagi, ternyata pepatah “kalau nggak bangun pagi nanti rezekinya dipatok ayam” itu ada benarnya juga ya. Bukan tentang rezeki dalam arti uang, tapi soal peluang. Peluang buat belajar, beraktivitas, dan menumbuhkan kebiasaan baik dari sejak matahari baru terbit.
Itulah kenapa kebiasaan bangun pagi masuk dalam Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat. Karena dari satu kebiasaan kecil ini, lahir banyak karakter hebat lainnya: disiplin, tangguh, dan penuh semangat.
Selanjutnya, kita akan bahas juga soal 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat lainnya ya. Kebiasaan-kebiasaan baik yang sederhana, tapi berdampak besar.
Semoga jadi tambah tahu...
#FasilitatorSidinaCommunity
#IbuPenggerak
#SosialisasiFasilitatorSidina
#PendidikanBermutuUntukSemua
#7KebiasaanAnakIndonesiaHebat
Referensi:
https://cerdasberkarakter.kemendikdasmen.go.id/gerakan7kebiasaan-bangun-pagi/
https://www.alodokter.com/manfaat-bangun-pagi-dan-cara-mudah-melakukannya
https://www.beautynesia.id/life/ternyata-seperti-ini-ritual-pagi-yang-tidak-biasa-dari-berbagai-negara/

.jpg)


.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)

Tidak ada komentar