Dua pekan lalu, tepatnya 2 Maret 2020, waktu Pemerintah Indonesia secara terbuka mengumumkan ditemukan dua kasus pertama COVID-19 di Indonesia, saya masih santai. Maklum, saya kan warga +62. Nggak suka dibuat pusing atau khawatir. Aktivitas masih berjalan seperti biasa, bahkan saya masih meeting dengan rekan-rekan komunitas di mall.
Waktu itu saya masih mikir, “Ah, kasusnya di Depok kok. Kayaknya virusnya bakal butuh waktu juga buat nyampe ke Solo. Dan mudah-mudahan sebelum ke Solo, pemerintah sudah bisa melakukan penanganan yang cepat dan taktis sehingga penyebarannya tidak massif.”
Sedangkal itu saya berpikir. Saya lupa, kalau ini virus. Dia menyebar dengan cara yang diluar perkiraan.
Dan berita yang dirilis pada 13 Maret 2020 langsung menghantam saya. “Pasien yang meninggal di RSUD dr Moewardi, Solo dinyatakan positif COVID-19!”
Jlegeeeerrr!!!!! Bak disambar geledek, kami sekeluarga langsung was was.
Apalagi, pasien bersangkutan baru dinyatakan positif dua hari setelah kematiannya. Ditengara, pasien mulai mengeluh demam dan pilek setelah menghadiri acara seminar di Bogor pada akhir Februari 2020. Sebelum dirawat di RSUD dr Moewardi, yang bersangkutan sudah memeriksakan diri ke sejumlah rumah sakit swasta yaitu RS dr Oen Solo Baru dan RS Oen Kandang Sapi. Tapi waktu itu belum ada dugaan bahwa pasien itu membawa virus corona.
Hari itu juga, notif dari sejumlah WAG tak berhenti berbunyi. Semua orang panik, semua orang berusaha membagikan informasi update yang ia peroleh dari grup lain. Sama sekali tidak terpikir apakah kabar yang disebar benar atau tidak. Kami cuma bisa panik.
Selentingan kabar terus bersliweran. Disebutkan, sejumlah orang yang pernah kontak langsung dengan pasien, kini sedang menjalani karantina. Tapi kuat dugaan, selama sakit, pasien tersebut sudah melakukan kontak langsung dengan lebih banyak orang.
Kekhawatiran saya makin menjadi ketika tahu pasien positif COVID-19 yang meninggal di Solo itu dimakamkan di Magetan, kampung halaman saya. Malah, keesokan harinya, adik kandung saya yang bekerja di klinik dokter mengabarkan bahwa klinik tempat kerjanya disterilkan karena istri dan keluarga pasien COVID19 diketahui pernah memeriksakan diri ke sana. Seluruh karyawan klinik pun diliburkan dan diimbau melakukan swa karantina selama dua minggu.
Di hari yang sama pula, suami berkabar bahwa ada suspect COVID-19 yang dirawat di Wonogiri, kampung halaman suami. Pasien ini diduga mulai sakit setelah menghadiri acara yang sama dengan pasien yang meninggal di RSUD Moewardi sebelumnya.
Bisa dibayangkan kan, betapa khawatirnya saya? Apalagi, saya dan Narend memiliki riwayat Asma. Kami sungguh makanan empuk buat virus ini. Flu biasa saja sudah bisa membuat kami kehabisan nafas, apalagi kalau virus COVID19 yang mampir. Iya kan?
COVID-19 ini apa???
COVID-19 adalah nama yang diberikan kepada virus Corona yang konon pertama kali ditemukan di Wuhan, Tiongkok. Penyebaran pertamanya diduga kuat berasal dari Wuhan Wet Market, sebuah pasar tradisional yang banyak menjual hewan-hewan eksotik buat dikonsumsi.
Virus Corona merupakan virus berstruktur Single Stranded RNA yang mudah bermutasi karena strukturnya yang tidak stabil. Virus ini dikategorikan sebagai penyakit zoonosis, maksudnya dia bisa menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Bentuk virus Corona bulat, ada spike yang melingkarinya sehingga berbentuk seperti mahkota. Itu sebabnya dia dinamakan virus Corona. COVID19 sendiri sebenarnya masih satu famili dengan virus SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dan MERS (Middle East Respiratory Syndrome) yang juga menyebabkan kehebohan beberapa tahun silam.
Tapi COVID-19 lebih canggih. Penyebarannya lebih cepat dan massif. Bahkan update terakhir, 15 Maret 2020 disebutkan ada 154.476 orang di 155 negara yang terinfeksi virus COVID19. Di Indonesia, dinyatakan ada 117 kasus. (Kompas, 15/3/2020)
WHO pun menyatakan COVID19 sebagai pandemi global yang membutuhkan penanganan khusus. Ingat! Virus ini adalah virus yang mudah bermutasi sehingga lebih cepat menyebar dan ditularkan.
COVID-19 menular antar manusia melalui droplets. Droplets adalah partikel air kecil dari mulut yang terembur saat kita bersin atau batuk. Saat seseorang bersin, droplets bisa “terbang" hingga 1,8 meter lho. Lumayan jauh kan?
Virus yang tersembur melalui orang yang terinfeksi bisa menempel di benda seperti meja, gagang pintu, dan sebagainya. Si Virus bisa bertahan disana antara 5 menit sampai 9 hari. Tapi virus ini juga lemah dengan udara panas, alkohol dan sabun.
Masa inkubasi COVID19 adalah 2 – 14 hari. Boleh jadi, 14 hari setelah terinfeksi virus ini kita tidak merasakan apa-apa. Namun selama masa itu kita sudah bisa menularkan virus itu kemana-mana. Setelah masa inkubasi, orang terinfeksi biasanya bakal merasakan gejala yang mirip seperti flu. Demam, batuk dan pilek. Gejala ini bisa berbeda-beda tiap orang tergantung imunitas tubuhnya.
Orang-orang yang memiliki imunitas lebih rendah seperti lansia atau orang dengan penyakit penyerta seperti penyakit paru, jantung , HIV-AIDS atau asma, rentan mengalami gejala yang lebih berat seperti kesulitan bernapas
Makanya, COVID-19 sesungguhnya juga tidak semenakutkan itu. Terbukti angka kematian akibat COVID-19 disejumlah negara seperti Cina , Jepang dan Korea Selatan, yang sudah lebih dulu terpapar COVID-19, ada dibawah 2%. Tapi untuk virus yang sama, angka kematian di Italia, Iran dan Indonesia ada di angka 4-5%. Tentu saja, angka ini masih sangat dinamis. Indonesia sendiri kini tengah berjibaku agar penyebaran COVID19 tidak semakin massif.
Pemerintah Kota Solo, dihari yang sama setelah dinyatakan satu orang warganya meninggal dunia karena COVID-19 langsung mengeluarkan kebijakan meliburkan semua jenjang sekolah selama 14 hari. Seluruh kegiatan yang mendatangkan massa dihentikan dan dibatalkan serta warga diimbau untuk menghindari keramaian. Sebuah langkah cepat yang patut diapresiasi.
Tapi apakah kepanikan mereda?
Tidak juga, bahkan dalam 3 hari terakhir ini timeline medsos malah makin ramai dengan perbincangan mengenai COVID-19. Sebagian ada yang menyebarkan informasi melegakan tentang COVID-19. Tapi nggak sedikit juga yang justru memanfaatkan COVID19 untuk ajang debat kusir, saling menyalahkan dan tentu saja menyerang pemerintah. Ini kan namanya memancing di air keruh.
Lalu kita harus bagaimana dong?
Saya sudah menghabiskan dua hari dengan kepanikan. Kepala saya sampai pusing dibuatnya.
Tapi tiba-tiba saya sadar, kalau saya panik begini sama saja saya membahayakan diri sendiri. Panik yang berujung stres membuat imunitas tubuh saya makin lemah dan itu berarti saya justru makin rentan terinfeksi COVID-19. Iya kan?
Makanya, saya mulai berusaha untuk menenangkan diri sendiri, melakukan kontemplasi dan memperbaiki pola hidup saya selama ini dengan cara yang lebih sehat. Mau tahu apa yang saya lakukan?
1. Meditasi
Stres adalah penyakit terbesar yang mengancam kekebalan tubuh. Maka saya berusaha meredakan stres dengan mulai bermeditasi setiap pagi. Meditasi membantu saya mengurangi berbagai kekhawatiran dan ketakutan. Cukup 30 menit di pagi hari. Saya melakukannya sambil menghadap ke matahari agar seluruh tubuh bisa terkena sinar matahari.
Caranya gampang kok. Cukup duduk dengan posisi ternyaman, saya malah kadang sambil bersandar di dinding. Setelah itu atur napas dan perhatikan keluar masuk napas. Lemaskan seluruh otot tubuh dan coba rasakan semua bagian tubuh kita. Sesederhana itu, tapi cukup membuat badan dan pikiran saya nyaman.
2. Berolahraga
Nggak perlu olahraga permainan yang harus dilakukan diluar ruang. Untuk meminimalisir potensi tertular COVID-19, saya menghindari keluar rumah untuk urusan yang nggak terlalu penting. Makanya olahraga pun saya lakukan di rumah dengan bantuan aplikasi di smartphone. Cukup 30 menit setiap hari.
3. Self Quarantine
Walau tidak ada kebijakan resmi untuk meliburkan kantor, saya dan keluarga bertekad untuk melakukan swa karantina setidaknya selama dua pekan mendatang atau lebih, tergantung bagaimana perkembangan kondisi di luar.
Untungnya sebagai blogger dan freelancer, semua pekerjaan bisa saya lakukan remote dari rumah. Narend juga libur dari sekolah dan belajar di rumah, saya yang jadi gurunya. Kalau untuk urusan belanja, ada tukang sayur dan tukang daging yang lewat setiap hari. Sementara untuk keperluan belanja lainnya saya mengandalkan layanan ojek online. Enak kan?
4. Aksi bersih-bersih rumah
Karena semua anggota keluarga ada di rumah, kesempatan ini saya pakai buat kerja bakti membersihkan seluruh sudut rumah. Pekarangan dirapikan, tumpukan kardus bekas dibuang, dan rak buku/ lemari ditata ulang.
5. Membiasakan cuci tangan dan muka secara berkala
Cuci tangan disebut masih jadi cara yang paling efektif untuk mencegah tertular COVID-19, karena seperti yang sudah disebutkan tadi virus COVID-19 cukup lemah dengan sabun dan alkohol.
Pastikan untuk mengikuti anjuran tata cara mencuci tangan yang benar. Yaitu cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir selama 20 detik. Ada baiknya juga kalau kita juga menyediakan hand sanitizer di rumah atau di tas untuk berjaga-jaga bila terpaksa harus bepergian keluar rumah.
6. Makan makanan sehat
Swa karantina ternyata punya dampak positif lain, kami sekeluarga jadi nggak bisa jajan diluar. Alhasil kami pun mulai rajin lagi makan makanan yang diolah sendiri. Bahannya sesuai yang dijual oleh tukang sayur, dan kebanyakan sih memang sayur-sayuran.
7. Melakukan rekreasi dan hobi di rumah
Walaupun diam di rumah, usahakan jangan sampai stres ya. Anggap saja, kita sedang mengambil jeda dari rutinitas sehari-hari yang penuh kesibukan.
Lagipula siapa bilang diam di rumah membosankan? Ya kalau terlalu lama mungkin bosan, tapi swa karantina yang dianjurkan kan cuma dua minggu. Makanya dalam dua minggu ini manfaatkan untuk bersenang-senang bersama keluarga di rumah. Selama ini kita kerja dan menghabiskan waktu diluar rumah sampai jarang berkumpul dengan keluarga. Kali ini anggap saja kesempatan yang baik buat kita bersenang-senang melakukan quality time bersama keluarga. Bisa dengan bermain di rumah bersama, piknik ala ala di rumah, atau melakukan hobi lain bersama-sama.
Lagipula siapa bilang diam di rumah membosankan? Ya kalau terlalu lama mungkin bosan, tapi swa karantina yang dianjurkan kan cuma dua minggu. Makanya dalam dua minggu ini manfaatkan untuk bersenang-senang bersama keluarga di rumah. Selama ini kita kerja dan menghabiskan waktu diluar rumah sampai jarang berkumpul dengan keluarga. Kali ini anggap saja kesempatan yang baik buat kita bersenang-senang melakukan quality time bersama keluarga. Bisa dengan bermain di rumah bersama, piknik ala ala di rumah, atau melakukan hobi lain bersama-sama.
8. Aware pada tubuh sendiri
Sejak COVID19 dikabarkan muncul di Solo, saya belajar untuk lebih aware dengan tubuh sendiri. Saya melakukan pengecekan temperatur tubuh secara berkala setiap hari. Dan untungnya sejauh ini, semuanya masih baik-baik saja.
Sungguh sangat disayangkan karena kebijakan meliburkan anak sekolah yang dilakukan beberapa lembaga pendidikan dan pemerintah daerah kemarin, ternyata malah dimanfaatkan untuk melakukan wisata keluar kota. Astaga!! Yang benar aja sih, kalau ini mah santainya kebangetan.
Begini lho, Pemerintah juga sudah menetapkan penanganan COVID-19 sebagai bencana nasional, saya sih percaya pemerintah bakal melakukan usaha yang terbaik untuk melindungi warganya. Tapi kita juga kudu bisa kooperatif dong. Bukannya malah debat kusir di medsos, trus santai jalan-jalan keluar kota buat wisata.
Yang benar aja sih! Ntar kalau penyebaran COVID-19 kian massif mau menyalahkan pemerintah lagi? Ya nggak gitu juga mainnya.
Sebagai warga negara kita juga punya tanggung jawab untuk menjaga diri sendiri dan keluarga. Jangan mentang-mentang berasa sehat terus sesuka hati kluyuran. Siapa yang tahu kalau sebenarnya kita sudah terinfeksi lantas menularkan virus itu ke orang lain kan? Coba pikirkan itu juga dong.
Lakukan swa karantina sendiri bila memungkinkan, dan segera periksakan diri ke pusat layanan kesehatan terdekat bila merasakan gejala sakit. Kalau ada orang dekat yang merasakan gejala virus corona, segera periksa ke rumah sakit rujukan yang ada di hampir semua provinsi di Indonesia. Atau bisa juga dengan menghubungi nomor hotline berikut
Biaya pemeriksaan dan pengobatan suspect corona hingga sembuh ditanggung pemerintah kok. Tapi kalau kita khawatir banget dan mau melakukan pemeriksaan corona secara mandiri juga bisa dilakukan dibeberapa rumah sakit, namun biayanya lumayan mahal yaitu kisaran Rp 650.000 hingga Rp 750.000.
Semoga selalu sehat dan tambah tahu ya...
Walaupun sempat bikin panik, tapi kita harus menghadapi virus corona ini dengan kepala dingin ya. Jaga kondisi di rumah, patuhi arahan untuk social distance dan di rumah aja
BalasHapusSemoga Corona cepat berlalu, yang penting sekarang kita patuh dulu untuk selalu jagak jarak dan di rumah aja agar wabah nggak semakin meluas.
BalasHapusSocial distancing dan self-quarantine mutlak dilakukan ya.
BalasHapusSupaya kondisi makin amaann.
Semoga kita semua bahu membahu demi kondisi yg lebih baik.
Alhamdulillah Bandung sejak senin kemaren pun stay at home, lagi menikmati yang tak biasa ini demi menyelamatkan diri dan orang lain tentang penyebaram virus. Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan yaaa.
BalasHapusAku suka paparannya. Sederhana namun informatif.
BalasHapusJadi tercerahkan!
Sepakat, semua memang mulai dari diri sendiri.
Terima kasih untuk pencerahannya, Mak
Aku gemeeees banget sama kasus Corona ini. Semoga lekas berlalu, ya. 3 hari sebelum seruan swa karantina aku sudah banyak diem di rumah. Mengikhlaskan peluang dan hobi saya nonton dihold dulu. Lah ini kok pada jalan-jalan. Ga ngikutin berita apa ga mikir sih, ya.
BalasHapusAlhamdulillah jadi semakin tahu, semoga sehat terus ya.
BalasHapusPadahal jauh-jauh hari kami sudah merencanakan 25-29 Maret mau mudik ke Klaten, mumpung ada tanggal merah di tengah minggu, tambah ambil cuti 2 hari bisa deh buat liburan nengok ortu. Tapi demi kebaikan bersama, rencana itu terpaksa dibatalkan
Sebagai masyarakat awam, saya berusaha patuh aja dengan semua himbauan. Dan usahakan jangan panik. cuma yang mengendalikan cemas memang agak susah
BalasHapusSemoga kita semua sehat selalu dan jauh dari virus itu ya. Sebagai orang yang rentan kena pilek, langsung waspada aku mah. Ini memang gak keluar rumah dulu karena pilek juga daripada dapat2 kan ya
BalasHapusAku juga deg-degan nih mba karena virus corona. Suka khawatir banyak yang kena terus aku khawatirin orang-orang tercinta juga. Haahhh semoga virus ini segera berlalu ya mba. Agar hidup kita kembali damai hehehe
BalasHapusIni bener banget Wid,
BalasHapuspemerintah udah capek capek memberikan larangan untuk keluar rumah - ,malah wisata ke luar kota, dan itu dlakukan oleh..... sebagian rakyat indonesia yang maha benar
Artikelnya bermanfaat banget nih mbak Wid.
BalasHapusPenting memang untuk mengisolasi diri dan melakukan social distancing guna menghambat penyebaran virus corona itu.
Yang mengkhawatrikan di Indonesia ini tingkat kematiannya lebih tinggi melebihi 5% seingat saya. Kemarin buka website WHO jadi bengong. Di negara lain tingkat kematiannya rendah kok di kita tinggi ya. Jadi khawatir.
BalasHapusYang pasti kita harus jaga kesehatan diri sendiri dan keluarga. Dari wabah ini kita juga jadi banyak belajar tentang bagaimana pentingnya menjaga kebersihan.
BalasHapusaku sempat panik juga awalnya, karena kedua anakku pengidap asma. Tapi setelahnya mikir kalau panik malah ga bagus kan ya, maka mending waspada dan tetap patuhi aturan serta himbauan untuk mengantisipasi
BalasHapusSama mbak, saya juga punya riwayat asma, terakhir kambuh bulan kemarin, huhuhu... Semoga bencana ini segera berakhir ya, dan kita semua dijauhkan dari virus ini...
BalasHapusIya gak nyangka nyebarnya cukup cepet ya mbak.
BalasHapusSeandainya aja saat udah ramai di WUhan, Indonesia sementara nutup pintu keluar masuknya dulu, Tapi ah sudahlah gak perlu disesali yang penting skrng kita bantuin pemerintah dan tenaga medis dengan cara jaga kesehatan, self lockdown aja kalau gak penting2 banget. Moga wabah ini lekas berlalu aamiin
Sejak ada korona ini jujur emang gak boleh panik tapi kadang. Bikin panik juga .sedih sih rasanya jadinya liat ya wabah ini
BalasHapusAku sedang dalam fase waspada mba disini. Memang wilayahku belum zona merah. Tapi kami diapit sama zona merah. Kami di banjarmasin btw. Dan sudah ada suruhan untuk social distancinh selama 14 hari. Sekolah diliburkan juga. Sewaspada itu tapi sebagian besar warga masih santuy n kumpul2. Disitu kadamg aku gemesss banget. Huhu
BalasHapusSedih banget dengan wabah corona ini ya Mak :( semakin ke sini semakin banyak yg kena. Dan, sedihnya lagi masih banyak yg bandel gak peduli urusan social distancing.
BalasHapusMbak, aku habis baca peta penyebaran covid-19 di Jogja kan, nah ada ODP dan PDP radius 3km dari rumah. Kan aku panik ya, tapi tetap berusaha untuk nggak kelihatan panik. Jadi aku bebersih rumah aja biar ga keliatan panik sama melakukan social distance dengan tetangga. Cuma yang paling susah tu anak-anak balita untuk stay at home. Temen-temenya Nimas masih pada sering manggil Nimas untuk ngajak main di lur pager. Entah orang tuanya ndableg apa gimana, tapi kayak gak ada aware-nya sama keadaan yang lagi kayak gini.
BalasHapusAku percaya dalam setiap kesulitan pasti terselip kemudahan.
BalasHapusCuma terkadang kita gagal mengambil hikmah dan berburuk sangka pun jadi makanan utama.
Thanks to Corona, aku dan keluarga justru banyak mendapat edukasi. Cuma kami memilih hanya dari sumber yang terverifikasi.
Jadi tahu istilah ODP, PDP, self distancing dan lain-lain.
Stay health & safe ya buat kita semua, kadang saya suka stress baca nya huhuhuh , apalagi skr makin meningkat yah PDP nya.
BalasHapusKaget aku tuh waktu tetiba Solo jadi zona merah. Yang awalnya hanya melihat di Wuhan sana, tetiba ada di depan mata.
BalasHapus