Sehat Alami dengan Pijat Seitai ala Nakamura, Bikin Ketagihan!

Bulan ini adalah bulan sibuk buat saya. Setumpukan tugas harus kelar dikerjakan bulan ini juga, di waktu yang hampir bersamaan. Saya sendiri sih yang bikin deadline-nya, tapi berhubung sudah kadung janji dengan beberapa pihak ya jadinya tetap harus komit kan? Jadilah saya sibuk pontang-panting mengatur waktu. Sungguh kesibukan yang tidak biasa. 

Ah, saya jadi terkenang lagi memori waktu masih jadi bekerja dulu. Tiap hari dikejar deadline. Tiap hari harus keliling kota, kadang sampai keluar kota juga, menempuh jarak puluhan kilometer. Dan kadang malamnya masih harus lembur juga. Untung saya masih muda waktu itu. Masih lebih fit, dan tentu saja langsing (nggak ada yang nanya). Hahaha. 

Tapi adakalanya pada suatu titik, kerasa juga capek luar biasa. Jadi sering vertigo dan lemas tiap kali datang bulan. Hampir tiap bulan selalu ada masa saya terpaksa izin kerja karena sakit. Dokter kantor pun sampai hapal dengan saya. 

“Sakit lagi? Kamu tuh kecapekan. Jaga kondisi lah, istirahat yang cukup,” saran dokter waktu itu. 

Jyaah enak aja ni dokter ngomong. Mau saya sih juga jaga badan, istirahat yang banyak. Tapi pekerjaan kan nggak bisa ditinggal. 

Eh, kalau dipikir benar juga sih. Saya butuh istirahat, atau lebih tepatnya saya butuh relaksasi dan kalau bisa yang nggak makan waktu terlalu lama. Pijat mungkin? 

Ah, iya betul. Saya butuh pijat. Kalau kata orang, badan yang biasa pijat memang jadi ketagihan dan harus rutin dipijat. Kalau sudah kelamaan nggak pijat pasti sakit. Saya pikir itu sugesti saja, tapi kelihatannya badan saya juga protes karena saya terlalu “jahat” pada diri sendiri. 

Kenapa Pijat? 

Kami keluarga Jawa, entah apa ini ada hubungannya atau tidak, tapi keluarga saya secara turun temurun lebih meyakini pijat dan minum jamu sebagai terapi ampuh untuk tetap sehat alami. Makanya setiap bulan, selalu ada “Hari Pijat” di rumah kami. Ada tukang urut langganan yang rutin datang ke rumah, untuk memijat kami sekeluarga. 

Dalam ilmu medis modern pun, pijat sebenarnya juga telah diakui sebagai terapi alternatif kesehatan selain pengobatan medis. Sebagai sebuah terapi relaksasi, pijat dapat menekan produksi hormon kortisol, pemicu stress dan depresi. Selain itu, menurut tinjauan medis, pijat memiliki fungsi umum untuk melancarkan peredaran darah, mengurangi nyeri, mengurangi ketegangan otot, serta mengurangi peradangan. Makanya jangan heran kalau saya ketagihan dipijat. 

Pijat yang dilakukan dengan benar, tidak akan berdampak negatif pada tubuh. Sebaliknya justru tubuh terasa lebih bugar dan sehat. Tapi masalahnya, tidak semua tukang pijat memiliki pengetahuan yang benar tentang anatomi tubuh. Kebanyakan memijat berdasarkan insting dan kebiasaan. Dan lagi, saya belum tahu ada standar kualifikasi bagi para terapis pijat di Indonesia. 

Apa jadinya kalau pijat dilakukan serampangan? Pada kasus yang paling fatal, seseorang yang salah pijat bahkan harus menjalani amputasi karena terapi pijat yang dijalaninya malah merusak sel sehat lainnya. Kasus seperti ini pernah beberapa kali ditangani RS Ortopedi Prof Dr R Soeharso. Sejumlah pasien patah tulang datang dalam kondisi cukup parah. Tulang yang patah bukannya ditangani dengan terapi yang tepat tapi malah dipijat. Akhirnya bukannya makin baik, malah melukai sel tubuh lainnya. 

Menurut dr Siswarni SpRM, ahli rehabilitasi medik RS Orthopedi dr Soeharso, sebenarnya tidak semua orang sakit cocok dengan terapi pijat. Malah beberapa pasien dengan penyakit tertentu harus menghindari terapi pijat bila tak ingin penyakitnya bertambah parah. 

Penderita tumor contohnya, harus mencoret pijat dalam daftar terapi penyembuhannya. Tidak cuma pengidap tumor, pasien dengan infeksi akut dan pasien yang menjalani pemulihan dengan menggunakan plat logam pada tulang juga harus menghindari terapi pijat. Bukan apa-apa, pasalnya bila pasien nekad pijat dikhawatirkan infeksi atau penyakit yang sedang diderita justru menyebar dan merusak bagian tubuh yang sehat. 

Saya Berburu Tempat Pijat

Ternyata nggak gampang cari tukang pijat dan tempat pijat yang nyaman di perantauan. Kalau di rumah sih, sudah ada tukang pijat langganan keluarga. Walau sejujurnya saya nggak terlalu cocok sama pijatannya, karena sakit banget. Tapi setelah dipijat saya bisa tidur nyenyak. Jadi saya menarik kesimpulan sendiri, pijat tradisional begitulah yang enak. 

Credit :Nakamura.co.id

Di Solo, saya benar-benar buta informasi soal tukang pijat yang asyik. Ada satu tukang urut dan lulur tradisional yang direkomendasikan teman. Saya coba, dan nilainya minus. Itu tukang pijat lebih banyak menggosipnya daripada pijat. Sudah begitu, kepo pula. Tanya ini, tanya itu. Baru kenal saja, sudah tanya pacar saya orang mana bla bla bla. Minta ampuuun. 

Parahnya selama satu jam lebih dia pijat saya, nggak bisa tuh dia biarkan saya santai sebentar saja. Baru diam sebentar, diajak ngomong lagi. Bikin kapok! Gimana mau santai. 

Sejak itu, petualangan saya berburu tempat pijat dimulai. Beberapa tempat pijat yang direkomendasikan teman saya sambangi. Tapi urung dicoba karena rada nggak meyakinkan. Ada yang ruangannya nggak bersih. Yang lain tidak menyediakan tukang pijat alias terapis perempuan. Ogah kan dijamah-jamah ama laki-laki nggak dikenal, biarpun dia tukang pijat. Hii. 

Begini amat ya cari tukang pijat, sama susahnya kayak cari suami dong. 

Sebenarnya ada satu lagi tempat yang sering saya lewati, tapi selalu luput buat mampir. Lokasinya di mall di tengah kota. Nakamura, itu namanya. Direkomendasikan oleh teman saya juga sih, katanya bersih dan enak.  Oke saya coba deh, walau sebenarnya saya sudah nggak punya ekpektasi tinggi lagi. Paling ya begitu, sama saja. 

Pengalaman Pertama di Nakamura 

credit : Nakamura.co.id
Si mbak resepsionis menyembulkan kepala dari balik meja kerjanya yang tinggi itu. Dia sudah melihat kedatangan saya dari jauh mungkin. Rambutnya digelung, rapi dan berpakaian blouse kuning dengan model seperti yukata. Dia merekomendasikan beberapa treatment yang tersedia di Nakamura. 

Wah, banyak juga pilihannya. Ada terapi seluruh tubuh, tangan dan kaki, kiropraksi dan sebagainya. Saya tidak terlalu paham, jadi saya sampaikan saja keluhan yang saya alami dan si mbak langsung merekomendasikan mixed treatment selama 90 menit. 

Oia tanpa ditanya, si mbak resepsionis itu juga langsung menerangkan bahwa nanti saya akan ditangani oleh terapis wanita. Dan karena biayanya juga nggak terlalu mahal, saya mengiyakan. Ada banyak banget pilihan treatment di Nakamura, kita tinggal sesuaikan aja dengan keluhan atau kebutuhan kita. Atau kalau bingung, ya konsultasikan saja seperti saya tadi. Pilihan treatment-nya bisa langsung cek di Nakamura-treatment ya

Sebelum masuk ke ruangan, kita harus melepas alas kaki. Disediakan sandal terapi disana sebagai pengganti. Tahu kan? Sandal akupresur yang ada tonjolan di bagian alasnya itu lho. Ugh, kaki saya sakit kalau harus pakai itu, mungkin saking banyaknya penyakit ya. Untung ada tempat duduk yang nyaman, saya nggak perlu banyak-banyak jalan. 

Nggak lama, seorang terapis wanita mempersilahkan saya untuk masuk dan duduk di kursi pijat. Segala bawaan saya dibantu diletakkan di meja disamping kursi. Ruangan terapi itu sebenarnya tidak terlalu besar dan hampir semua kursi pijat terisi. Untungnya ditata bagus sehingga tidak terasa sumpek. Ada partisi ala jepang yang membatasi tiap kursi. Bagian langit-langsit dihiasi motif awan. Ada ornamen kolam mini juga didalam. Dan ornamen dinding dan tanaman yang “Jepang” banget. 

Sayup-sayup ada iringan musik instrument juga, berpadu dengan gemericik air dari kolam mini tadi dan ditambah wangi aromaterapi. Wah, saya langsung merasa mengantuk. Oia, kita juga diminta untuk mematikan ponsel disini, atau setidaknya di mode silent ya. Nggak enak dong nanti ganggu pengunjung yang lain. 

Setelah saya duduk, si terapis mulai mengatur kursi agar saya bisa santai. Bagian kepala dialasi handuk dan barulah ia memulai terapi. Ia mulai memeriksa denyut nadi saya dan memakai masker. Bagian kaki saya dicuci dengan garam dan air hangat. “Keluhannya apa mbak,” kata dia. 

Setelah puas mendengar curhat soal punggung, leher dan keluhan vertigo saya, dia mulai memijat kaki. Sudah cukup nyaman sebenarnya, tadi terapis itu masih bertanya. “Pijatannya sudah cukup? Mau lebih keras atau pelan lagi?” 

Dia baru memijat kaki sebentar saat saya terlelap. Tiba-tiba saya dibangunkan dan diminta untuk tengkurap. Setengah tersadar saya ikuti instruksinya. Dan begitu tengkurap dan mulai dipijat, saya tertidur lagi. Entah berapa lama, saya dibangunkan lagi untuk mulai terlentang, dan ketika ia mulai memijat bagian wajah, saya tertidur lagi. Amboiiiii enaknya. 

Begitu terbangun untuk kesekian kalinya, si terapis sudah selesai memijat. Saya terasa tidur lama sekali, nyenyak dan nyaman. Kaki saya dibasuh lagi dengan air hangat, dan ia menawari minuman hangat. “Mau teh atau jahe hangat?” Saya pilih jahe hangat. 

Sambil bersantai menikmati secangkir jahe hangat, saya duduk santai. Nyaris tertidur lagi. Lah, untung langsung ingat kalau ini bukan di rumah atau kamar kos. Jadi buru-buru ambil tas dan kembali ke meja resepsionis untuk membayar. Bahaya kalau sampai ketiduran lagi. 

Si mbak resepsionis menawarkan kartu anggota untuk saya. Cukup menuliskan nama, alamat dan nomor telepon saja, dia lalu memberi kartu yang diberi cap. Setiap kali treatmen kita akan mendapat satu cap. Kalau terkumpul lima cap mendapat satu botol aromaterapi, setelah 10 cap mendapat bonus gratis satu treatment refleksi kaki. Dan seterusnya, makin banyak cap yang dikumpulkan makin kece hadiahnya.
Sepanjang perjalanan pulang, saya jadi penasaran. Itu tadi pijat apa sih? Beda dengan pijat tradisional. Selama ini saya pasti merasa kesakitan saat dipijat, setelah selesai baru badan kerasa nyaman. Tapi pijat yang ini, baru dipijat sebentar saja langsung tertidur. Dipijat lagi, tidur lagi. Dan serius badan jadi ringan banget. Ini serius lho, nggak mengada-ada. 

Pijat Seitai dari Jepang 

Beberapa bulan setelah terapi pertama di Nakamura, saya akhirnya tahu bahwa yang diaplikasikan oleh Nakamura adalah Pijat Seitai dari Jepang. Sebagaimana dikutip melalui situs resmi Nakamura, Seitai mulai berkembang di Jepang pada masa Edo (1602-1868). 

Teknik ini adalah teknik pijat yang dikembangkan oleh ahli Jepang dengan mengacu pada pengobatan tradisional Cina yang masuk ke Negeri Sakura ribuan tahun sebelumnya. Para ahli pengobatan Jepang melakukan penelitian dengan membedah mayat dan mencari hubungan semua otot yang ada di tubuh manusia. Dengan begitu, mereka dapat memetakan relasi antara tulang belakang dengan organ-organ dalam manusia. 

Secara harfiah, Seitai merupakan gabungan dua kata yaitu Sei, berarti tubuh dan Tai, berarti Penyelarasan. Jadi Seitai dapat diartikan sebagai terapi penyelarasan tubuh secara alami. Terapi ini memanfaatkan teknik pijatan untuk menstimulasi titik-titik akupuntur (tsubo)sehingga aliran Qi/Chi yang terhambat bisa jadi lancar. 

Di Negara-negara Asia Timur seperti Jepang, orang-orang percaya bahwa kesehatan hanya dapat diraih dengan keselarasan harmoni antara tubuh dan jiwa. Dalam praktiknya, karena berbagai kebiasaan buruk, keselarasan ini bisa terganggu. Untuk itu diperlukan terapi kesehatan holistik (menyeluruh) untuk mencari keseimbangan antara fisik, mental dan spiritual. Penyelasaran antara energy positif dan negatif, antara Yin dan Yang. 

Nah, teknik Seitai yang diterapkan di Nakamura ini diklaim sebagai penggabungan terapi acupressure, kiropraktik atau terapi pijat punggung dan pijat refleksi. Efeknya tidak cuma untuk menghilangkan rasa pegal, tetapi juga bisa untuk terapi perbaikan kinerja organ dalam tubuh serta menghilangkan stress. Kombinasi ketiga teknik yang memiliki kegunaan yang berbeda ini saling mendukung. 

Lalu kenapa saya selalu ketiduran selama terapi? Ternyata ini juga ada penjelasannya lho. Pemijatan yang tepat seharusnya memang tidak meninggalkan rasa sakit. Otot-otot yang kaku akan menjadi lemas dan lentur. Dan dalam kondisi ini, pasien biasanya akan merasakan puncak relaksasi sehingga tertidur. Hei, ternyata saya bukan satu-satunya orang yang tertidur selama sesi terapi lho. Menurut para terapis di Nakamura, lebih dari 70% pasien yang terapi disana selalu tertidur selama dipijat. 

Seitai Di Indonesia

Kalau saya bilang bahwa Seitai berkembang di Indonesia karena kehadiran Nakamura, seharusnya tidak berlebihan ya. Pendiri Klinik Nakamura, Gus Minging membutuhkan waktu lebih dari dua tahun lho buat belajar teknik pijat Seitai langsung dengan Sang guru, Miyata Tetsuro yang juga pemilik Klinik Seitai Konan Ryojutsuin, Kagoshima, Jepang. 
Gus Minging di depan Konan Ryojutsuin --- credit: dok pribadi Gus Minging

Beberapa tahun lalu, saya sempat berjumpa langsung dengan pendiri Nakamura ini. Ia bercerita, sekembali dari Jepang, Gus Minging mengaplikasikan ilmu Seitai untuk memijat rekan-rekan dan kenalannya. Pasiennya cukup banyak, tapi semua masih dijalankan sendiri. Sampai akhirnya ia mulai merintis Klinik Nakamura pertama yang dibuka di Kawasan Pasar Legi, Solo, memanfaatkan bangunan milik keluarga. Praktik pijat Seitai dilakukan dilantai atas bangunan itu. Ada lima terapis yang dilatih Gus Minging saat itu. 

Makin hari, ternyata banyak orang ketagihan terapi di Nakamura. Gus Minging lantas memikirkan untuk mengembangkan pelatihan sendiri untuk para calon terapis Nakamura. Para Penghusada (terapis) ini dilatih dalam lembaga pendidikan yang dikembangkan Nakamura. Ada kurikulumnya segala lho. Jadi setiap terapis memang harus memenuhi standar kualifikasi keterampilan dulu sebelum ia terjun langsung menangani pasien. 

Oooo pantas saja, saya tidak pernah merasakan perbedaan meski saya ditangani oleh terapis yang berbeda-beda di cabang Nakamura yang berbeda pula. Oia, Nakamura sudah tersebar hampir di seluruh Indonesia lho. Di Solo sendiri ada beberapa cabang, yaitu Pasar Legi, Solo Grand Mall, Solo Square, Kawasan Solo Baru (eh kalau yang ini masuk wilayah Sukoharjo ding). 

Sekarang, kayaknya sudah waktunya saya main ke Nakamura lagi deh. Sekedar buat relaksasi. Narend? Ikutan pijat juga lah. Di Nakamura kan juga ada terapi pijat buat anak, untuk meningkatkan konsentrasi dan nafsu makan. 

Oke! Ada yang mau ikut? Bayar sendiri ya. 

http://goo.gl/3GwkWA

8 komentar

  1. Pijat di Nakamura memang mengasikkan, selain terapisnya handal juga hasil maksimal...

    BalasHapus
  2. Aku butuh pijaaat. Tapi takut kalau mau pijat di luar.
    Hiks, padahal punggung dah pegel2

    BalasHapus
  3. Saya juga suka dipijat Mba.. Kalau pulang ke Purworejo pasti nyempatin pijat sama tukang pijat langganan. Udah 5 tahunan saya pakai beliau setelah melahirkan anak pertama.
    Masalahnya kalau di Solo, saya jadinya ngga bisa pijetan..hehe.. Beberapa kali orang merekomendasikan tukang pijatnya tapi saya belum yakin..hehe.. Ya itu, takut dia kepo dan banding2in isi rumah saya sama isi rumah tetangga..wkwkwwkwk..

    Tapi kalau di Nakamura mah ngga datang ke rumah sih yaa.. Hehe..jd ngga akan kepo lah. :v

    *beuh..jadi takut dikepoin tukang pijat juga*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jyaah iya tu..ada tukang pijet kepo bgt gt yah..makanya aq seneng ke nakamura aja mbak..abis ngemall trus pijet ahhh surga dunia hahaha

      Hapus
  4. nah ini yg enak....aq kl pijet disini mesti sampe tidur2 mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lah idem pak. Mesti mpe ketiduran y... Tapi kita ga sendiri..temennya banyak.

      Hapus