Saya dan Narend sudah bosan
melihat binatang hanya dari gambar di buku atau di televisi. Pusing juga kalau
tiap habis ngasih tahu binatang baru terus langsung diikuti pertanyaan Narend.
“Bu, suara kuda itu seperti apa?
Suara Jerapah bagaimana? Kalau Gajah suaranya bagaimana?”
Jyaaah, mana Ibu tau Nareeeend.
Ibu aja belum pernah ketemu binatang aslinya. Hihihihi. Begitulah nasib kita
yang hidup di masa globalisasi, modernisasi, mengasingkan diri dari alam
natural. Menganggap hewan seperti monyet, gajah dan lainnya sebagai pengganggu.
Akhirnya tersisihlah kita dari kehidupan natural itu. Saya yang tinggal di
sebelah sawah aja sudah nggak pernah lagi melihat kerbau. Ketemu burung hantu
di alam juga baru sekali. Liat burung kuntul juga juaraaang banget. Padahal
saya tinggal di kampung lho. Apalagi yang tinggal di kota ya…diantara hutan
gedung.
Saya pikir ada baiknya kalau sesekali
Narend melihat sendiri bentuk asli binatang-binatang yang biasa dia lihat di
buku cerita atau yang dia dengar dari dongeng saya itu. Maka pilihannya cuma
satu, melancong ke kebun binatang!
Ide itu juga jadi masalah lagi.
Karena kami tinggal di kampung, kebun binatang jelas tidak ada. Pilihannya
hanya ke Solo, di taman wisata Jurug atau Jogja, Gembiraloka. Berhubung saya
sudah pernah ke Jurug dan amat sangat kecewa dengan kondisinya waktu itu. Terakhir kali saya kesana tahun 2010 lalu kondisinya amat sangat
memprihatinkan. Kotor, fasilitas umum banyak yang rusak, banyak nyamuk
dan yang paling bikin ngenes, kondisi hewan koleksinya. Haiisssh nggak
tegalah bawa Narend ke tempat kayak gitu. Ntar bukannya seseruan malah
bikin dia trauma. Memang sih sudah lima tahun berlalu sejak saya
terakhir berkunjung kesana, tapi menurut beberapa teman yang tinggal di
Solo belum ada perubahan berarti di Jurug. "Masih sama ngenesnya!"
Maka pilihan pun jatuh ke Gembiraloka. Lumayanlah sekalian main ke Jogja. Bisa reuni-an dengan kawan lama, nostalgia masa kuliah sambil belanja lulur dan wayang buat Narend.
Maka pilihan pun jatuh ke Gembiraloka. Lumayanlah sekalian main ke Jogja. Bisa reuni-an dengan kawan lama, nostalgia masa kuliah sambil belanja lulur dan wayang buat Narend.
Karena banyak agenda pagi, kami
baru sampai di Gembiraloka siang hari, lewat jam makan siang gitu. Yah jam
segitu kayaknya dah lumayan sepi niy kebun binatang. Yup, perkiraan kami tepat.
Walau saat itu hari Minggu, nggak perlu deh pakai drama ngantri waktu beli
tiket. Jalan-jalan pun leluasa karena nggak terlalu ramai. Harga tiket juga
terjangkau Rp 25.000 per orang. Anak kecil kayak Narend nggak perlu pakai
tiket.
Cuma rada kesel waktu parkir aja,
karena kita bisa dibilang “ketipu” ama tukang parkir yang “beroperasi” di area
Gembiraloka. Waktu mobil mau masuk ke gerbang, tiba-tiba dari arah samping
muncul mas-mas yang bajunya rada dekil gitu. Kita dikode supaya nggak masuk dan
parkir didepan aja. Saat jendela dibuka si Mas-mas itu dengan sopan bilang
kalau parkir di dalam penuh, kalau mau parkir di luar aja. Karena ngomongnya
sopan banget, kita percaya. Akhirnya nurut deh, Romo parkir ditempat yang
ditunjukkin sama si Mas-mas itu, sementara Saya dan Narend turun didepan
gerbang masuk buat jalan duluan. Wah tanjakannya lumayan bikin gempor tuh, mana
gendong anak kecil pula. Dan sesampainya didepan kebun binatang
sodara-sodara….area parkir ternyata lengang, ga penuh sama sekali. Wah
kebangetan sekali itu Mas-mas. Romonya Narend pun kena tariff Rp 25.000 buat
parkir. Aduhaaiiiiiii mahalnyo parkir disana. Yah sudahlah biar jadi pelajaran.
Tinggal berharap ja semoga aman tuh parkir jauh sono.
Untung kita, terutama saya, cukup
terhibur saat melihat kebun binatang ini ternyata sangat “manusiawi” dan “berperi-kebinatangan”.
Saya acung jempol lah buat
pengelolanya. Penataannya cukup baik, lingkungan relatif bersih,
kandang hewan juga bersih. Lingkungannya cukup sejuk
karena banyak pohon besar yang rindang. Sepanjang jalan cukup teduh karena banyak pohon besar. Dan yang paling
penting, kondisi hewan-hewan disana terawat baik. Sebagian besar
kelihatannya cukup sehat. Sepengelihatan saya, nggak nampaklah
hewan-hewan yang kelihatan stres, terkesan agresif atau sedih, sebagian malah kelihatan bahagia. Sok tau banget ya. Hahaha. Jadi
mungkin hewan-hewan itu terawat cukup baik. Dan yang paling membahagiakan
tentu saja karena melihat antusisme Narend. Wah seru banget tuh lihatnya. “Bu,
itu orang utan ya? Bu, itu apa? Bu, itu ikannya besar.” Dan masih banyak
pertanyaan lainnya. Sibuk deh ngeladeni dia.
Gembiraloka ini cukup luas,
kontur tanahnya juga naik turun. Lumayan melelahkan, makanya disediakan
persewaan sepeda dan kereta. Tapi kami pilih jalan kaki aja biar lebih afdol
dan leluasa liat binatangnya. Maklum orang kampung, jarang-jarang cuuy bisa ke
kebun binatang bagus gini. Hihihihihi.
Tapi berhubung jalan-jalan di
kebun binatang cukup menguras tenaga, saya punya saran barang bawaan yang perlu
disiapkan buat yang mau main ke kebun binatang:
1. Bawa
Kaos ganti, terutama buat si kecil.
Jalan-jalan
kebun binatang seluas itu lumayan menguras keringat lho. Sungguh menguras
keringat, apalagi buat emak-emak yang males olahraga kayak saya. Makanya,
mending bawa baju ganti deh biar jalan-jalannya bisa tetap nyaman dengan baju
yang kering. Jangan lupa baju ganti buat si kecil.
2. Kantong
kresek buat tempat sampah sementara
Minim dan jarak
tempat sampah yang berjauhan bukan alasan buat boleh “nyampah” di ruang publik,
seperti kebun binatang ya. Bawa kantong sampah sendiri dari rumah, buat buang
tissue bekas pakai, bekas botol air mineral atau bungkus permen dan kudapan
ringan. Malu euy kalau nyampah.
3. Topi
atau payung
Ini bukan
pengalaman pribadi, tapi berdasarkan pengamatan langsung di lapangan. Halah
bahasanya. Jadi ceritanya, disana kan ada taman burung, semacam sangkar besar. Kita
bisa masuk dan melihat langsung burung yang bebas terbang dari jarak dekat,
tanpa batas kerangkeng besi. Asyik banget sih, tapi ada kejadian nih waktu
masuk ke taman burung. Di depan kita ada pengunjung lain, perempuan dan lelaki.
Tiba-tiba si Mas nya teriak kaget, dan ternyata bahunya ketiban kotoran burung
yang terbang melintas. Hiiiii untung cuma kena baju. Kalau jatuh di kepala
nggak lucu banget tuh. Makanya kayaknya perlu deh kita bawa topi atau payung.
Yaaah jaga-jaga aja kalau ada kejadian kayak gitu.
4. Kamera
Namanya tamasya yang
kudu dong bawa kamera. Kamera mobile phone pun jadilah. Yang penting bisa buat
kenang-kenangan.
5. Tissue
basah
Yang ini
opsional aja. Karena saya sering ngerasa nggak nyaman dengan keringat. Maka barang yang ini wajib sedia di tas.Apalagi kalau bawa anak kecil ya. Ada aja "kecelakaan" yang mungkin terjadi. Yang es krim jatuh di bajulah, sisa makanan belepotan di mulut. Sembarangan pegang kotoran. Tissue basah bis ajadi penolong. Sepele tapi berguna.
6. Jangan
lupa pakai sepatu yang nyaman
Nah ini yang juga
nggak kalah penting. Saya belum punya pengalaman maen ke kebun binatang beneran
kayak Gembiraloka. Jadi saya nggak tau kalau harus jalan sejauh itu. Pilihan
memakai sepatu kekinian yang kece tapi bikin capek sama sekali bukan pilihan
tepat. Harusnya sih saya pakai sepatu lari aja, biar nggak pegel.
Selebihnya, jalan-jalan di
Gembiraloka amat sangat menyenangkan. Narend seneng banget bisa ngasih makan
rusa dengan kangkung yang disediakan di area kandang. Bisa lihat Gajah, tapi
nggak berani ikut naik. Sayang, kita kelupaan beli oleh-oleh dan souvenir. Tapi
nggak apa lah, toh bukan itu tujuan utama kita jalan ke kebun binatang.
Follow my blog with Bloglovin
jaman aku kecil sering ke sini, sekarang mungkin sudah banyak perubahan ya
BalasHapusNah, aq baru kali ini ke Gembiraloka sih mbak..hehe jd ga tau dlnya gmn. Main lg kesana dong mbak
Hapus