[Resensi Buku] Montessori : Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja

[Resensi Buku] Montessori  Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja
Selama bertahun-tahun saya dibuat bingung. 

Angka buta huruf di negeri ini bisa dibilang rendah. Sebagian besar anak Indonesia zaman sekarang pasti bisa baca. Bahkan lembaga les baca tulis selalu laris di-booking orang tua. 

Melihat fenomena itu, bukankah seharusnya anak-anak Indonesia yang sudah pintar membaca sejak kecil itu juga pasti menyantap banyak bacaan? 

Lantas kenapa angka literasi dan minat baca anak-anak Indonesia sangat rendah? Luar biasa rendah sampai bisa dibilang cukup memalukan. 

Bayangin nih. Ada aturan tertulis yang jelas terpampang nyata di depan mata, tapi masih juga dilanggar. Membaca deskripsi dan instruksi juga hanya sekelebat. Giliran ditanya bingung, giliran disuruh mengerjakan nggak paham maksudnya. 

Apa yang salah? 

Makanya saya nggak heran kalau banyak yang malas baca tulisan saya di blog ini. Hahaha. Lha wong saya kalau nulis selalu panjang. Maksud hati menulis artikel panjang sih supaya nggak ada informasi yang terlewat. Tapi kelihatannya, buat sebagian besar orang tulisan panjang itu melelahkan. Maaf jadi curcol. 

Bertahun-tahun saya sibuk mencari jawaban, mengapa angka buta huruf dan minat baca di negeri ini berbanding terbalik. Rasanya sudah puluhan orang dan pendidik yang saya tanya soal ini, tapi belum ada jawaban memuaskan. 

[Resensi Buku] Montessori  Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja

Membaca tanpa mengeja

Sampai akhirnya saya menemukan jawabannya di buku Montessori :Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja yang ditulis oleh Vidya Dwina Paramita, seorang Montessorian dan Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini. 

Judul : Montessori : Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja 
Penulis : Vidya Dwina Paramita 
Penerbit : Bentang  
Penyunting : Ranny Afandi dan Noni Rosliyani 
Pemeriksa aksara : Pritameani 
Perancang Sampul : Wiras 

Buku setebal 192 halaman ini, secara lugas memaparkan alasan mengapa ada gap (celah) yang besar antara angka buta huruf dan minat baca di Indonesia. 

Dalam bukunya, Vidya mengartikan membaca dalam artian yang luas. Bukan sekadar melafalkan rangkaian huruf dan kata yang tertulis seperti yang selama ini diajarkan. Membaca dilihat sebagai sebuah proses menafsirkan huruf, simbol dan kode menjadi makna. 

[Resensi Buku] Montessori  Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja

Tahu kenapa ada orang yang bisa membaca tapi tidak memahami maksud dari tulisan yang dia baca? 

Itu karena ia tak mampu menafsirkan makna dibalik kalimat yang ia baca. Atau mungkin lebih tepatnya, dia memang tidak terlatih untuk menafsirkan kalimat. 

Kok bisa nggak terlatih menafsirkan kalimat? 

Ternyata oh ternyata metode pengajaran konvensional yang kita anut selama ini tidak memberi ruang yang cukup buat otak berlatih menafsirkan. 

Yuk coba diingat lagi, bagaimana cara kita belajar dan mengajarkan membaca selama ini? 

Selama berpuluh-puluh tahun, kita memahami cara belajar membaca adalah dengan mengenalkan satu persatu huruf lalu menyambungkan huruf menjadi suku kata. BA BI BU BE BO, CA CI CU CE CO. Yang lazimnya disebut tahapan mengeja. 

Dalam bukunya, Montessori : Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja, Vidya menyebut bahwa yang terpenting dalam tahapan membaca adalah memastikan anak langsung dapat mengorelasikan rangkaian huruf yang dibaca atau dibunyikan dengan makna yang telah ia kenal dan ia pahami . (Halaman: 63) 

Jadi, alih-alih mengajarkan anak mengeja bunyi tanpa makna, lebih baik langsung mengajarkan anak mengorelasikan kata dengan objek. Hal ini akan sangat membantu anak melalui proses belajar dengan lebih mudah dan menyenangkan. 

Proses ini nantinya juga bakal berpengaruh besar pada minat baca dan belajar anak secara umum. Kurang lebih, menurut Vidya, begini alurnya: Kemampuan membaca dan memahami makna, akan mendorong anak untuk gemar membaca karena memahami apa yang dibaca. Kegemaran membaca ini pada gilirannya mendorong perkembangan kemampuan akademis. 

[Resensi Buku] Montessori  Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja

Proses belajar membaca nyatanya memang tidak sederhana, meski juga tak bisa dibilang rumit. Dalam buku ini disebutkan bahwa saat belajar membaca, anak perlu melalui 2 tahap, yaitu Tahap Pra-Membaca dan Tahap Teknis Membaca

Kedua tahap ini saling berkesinambungan. Sebelum anak belajar mengenal huruf, merangkai dalam kata dan memaknainya, anak harus terlebih dahulu disiapkan secara motorik dan mental. Dengan melalui tahap pra membaca, proses teknis membaca bakal berjalan jauh lebih mudah dan menyenangkan. 

Selain mengupas tuntas seluk beluk membaca tanpa mengeja, buku ini menampilkan berbagai metode praktis yang bisa kita terapkan untuk mengajarkan anak membaca dengan cara yang menyenangkan. Ada banyak tips praktis dan murah buat belajar membaca, tanpa perlu printilan atau alat peraga yang rumit. 

Belajar yang menyenangkan

Sungguh, saya menyesal karena merasa terlambat tahu metode ini. Andai saja, saya mengenal metode membaca tanpa mengeja ini sejak dini, tentu saya bisa meminimalisir drama yang terjadi saat mengajarkan anak saya membaca. 

Jujur saja, sama seperti ibu lainnya. Saya sempat galau saat anak saya yang berusia hampir 6 tahun saat itu belum bisa membaca lancar. Kegalauan saya makin bertambah bila melihat anak-anak sepantarannya sudah mulai lancar membaca. Duh apa yang salah dengan anak saya ya?

[Resensi Buku] Montessori  Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja

Belum lagi kalau dengar komentar dari saudara-saudara jauh yang tanya, “Lho, anaknya belum lancar baca ya? Kan sudah mau masuk SD." 

Duhhh rasanya sedih, galau. 

Makanya, saya sempat getol mengajak Narend belajar baca. Tentu saja dengan metode mengeja seperti yang diajarkan ke saya dulu. Berhasil? Jelas tidak. 

Waktu itu saya nggak habis pikir kenapa susah sekali buat dia merangkai huruf dan melafalkannya. Dia stres, saya juga jadi emosi. Hasilnya malah anak saya sering kabur atau cari alasan setiap kali saya ajak belajar baca.  

Mau tidak mau, saya putar otak mencari jalan keluar yang bisa bikin kami berdua sama-sama nyaman. Akhirnya saya tinggalkan metode mengeja. Masa bodo lah. 

Saya mulai rajin membacakan buku buat Narend. Sebelumnya kami memang punya sesi mendongeng, tapi belakangan sesi mendongeng dengan buku bacaan makin saya gencarkan. Sesekali, saya akan membuat jeda saat membaca, dan membiarkan anak saya meneruskan bacaan. 

Awalnya dia masih suka malu, tapi makin kesini makin percaya diri. Lalu tanpa saya sadari, dia makin lancar membaca. Dan saya perhatikan, dia bisa jadi sangat termotivasi membaca karena merasa butuh. Sebagai contoh, karena dia sekarang suka nonton ultraman dan berbagai kartun di televisi, dia belajar untuk membaca jadwal acara yang tertulis di running text. Yup, anak saya belajar membaca dari teks berjalan. 

Pengalaman saya mengajari anak membaca ini, tak disangka selaras dengan cara mengajar membaca yang diuraikan Vidya dalam bukunya, Montessori : Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja

Itu sebabnya, saya girang setengah mati saat membaca buku ini. Lega hati ini rasanya karena saya merasa cara saya nggak salah. Dan lewat buku ini pula, saya jadi punya gambaran cara apalagi yang perlu dilakukan untuk melatih kemampuan baca si kecil. 

Nah, buat orang tua lain yang mungkin masih dalam tahap mengenalkan bacaan kepada anak, saya sangat merekomendasikan buku ini. 

Buku ini bertutur dengan bahasa yang santai, dan runut sehingga mudah dimengerti. Membaca buku Montessori : Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja, rasanya seperti ngobrol langsung dengan penulisnya. Sangat menyenangkan. 

Saya sendiri, hanya membutuhkan waktu setengah hari buat menuntaskan buku ini. Setengah hari yang membuat pikiran tercerahkan. Jadi nggak sabar untuk mempraktikan langsung metode-metode yang dituliskan. 

Satu hal yang disayangkan dari buku ini adalah ilustrasi foto yang kurang jelas karena dicetak hitam putih. Tapi selebihnya, buku ini layak jadi referensi kita, orang tua, dalam mengajarkan membaca anak-anak. 

3 komentar

  1. Waaah boleh juga mba bukunya. Tapi saya baru dengar kalo selama ini cara orang tua mengajarkan kita membaca itu kurang tepat. Soalnya gak kebayang aja cara lain. Kebetulan saya waktu kecil juga diajarkan seperti itu, sebelum SD saya juga sudah bisa membaca. Dan saya suka baca buku walaupun tetep pilih2 bukunya sih ehehe Jadi saya pikir cara itu sudah benar...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tepat untuk masa kita kali ya. Masa ketika paparan gadget belum seperti sekarang. Gangguannya blom banyak. hehe. Aku juga dulu belajar pakai mengeja, dan pas TK juga udah bs baca. Tp kalau direview lagi, sebenarnya hobi baca ku malah kebentuk karena aku sering dibacain buku cerita waktu kecil,sering didongengin pakai kaset sanggar cerita juga. Faktornya banyak. Kalau untuk tantangan mengajar anak membaca kayak sekarang sih udah beda kayaknya. Makanya aku ngerasa buku ini ngasi solusi banget

      Hapus
  2. Cocok diterapkan mulai usia berapa ya teknik di buku ini? Bayi atau batita? Pengen beli udah lama.

    BalasHapus