Serius??! Yogya Pernah Jadi Peringkat 1 Penyalahgunaan Narkoba?

Daerah Istimewa Yogyakarta pernah menduduki Peringkat 1 dalam kategori penyalahgunaan Narkoba! Data yang dirilis BNN-PPKUI tahun 2016 menempatkan DIY sebagai daerah dengan angka konsumsi, dalam artian pernah mencoba dan menggunakan, Narkoba terbanyak se-Indonesia. Kendati begitu, di tahun 2017, angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba di Yogya turun menjadi 1,19 %.


Fakta ini jelas sangat mengejutkan buat saya. Rasanya antara percaya dan tidak percaya. Bagaimana tidak? Yogya yang saya anggap sebagai kampung halaman kedua dan selama ini saya anggap sebagai daerah yang paling nyaman dan ramah pendatang ternyata juga tidak bisa mengelak dari rayuan jahat penyalahgunaan Narkoba.

Paparan yang disampaikan oleh Kepala BNN Sleman, Siti Alfiah S.Psi.,SH,MH dalam Diskusi Forum Komunikasi BNN, 5 Desember 2018 selanjutnya tentang daerah rawan Narkoba di DIY bahkan lebih mencengangkan lagi. Persebaran Narkoba kini tidak hanya ada di kawasan urban, tapi juga meluas sampai ke pedesaan. “Bisnis Narkoba ini menggiurkan. Keuntungan nya besar. Makanya peredaran gelap Narkoba merajalela,” kata Siti Alfiah.


Bukan cuma itu, rentang usia penggunanya pun kini semakin luas. Kini, penyalahgunaan Narkoba tidak hanya terjadi pada remaja labil dan dewasa, tetapi juga anak-anak. “Paling muda usia 10 tahun,” kata Alfiah.

Nah lho?! Ini yang bikin saya juga nggak habis pikir. Darimana anak-anak itu bisa mengetahui dan bahkan mendapatkan Narkoba? Bagaimana modus peredarannya?

Menurut Siti Alfiah, ada tiga jalur umum yang biasa digunakan para pelajar dan mahasiswa untuk mendapatkan Narkoba:

1. Online 
Tidak dipungkiri perkembangan teknologi digital selain meningkatkan kreativitas berkarya ternyata juga dijadikan media yang paling sering dipakai para pengedar untuk memperjualbelikan Narkoba. Modusnya cukup beragam, namun umumnya mereka menggunakan kode-kode tertentu untuk bertransaksi.

2. Angkringan 
Saat saya masih menjadi mahasiswa di Yogya dulu, angkringan adalah tempat yang paling seru untuk berkumpul dengan teman-teman. Suasana angkringan yang santai adalah atmosfir terbaik untuk melakukan diskusi. Hanya di angkringan, semua orang dari berbagai kalangan dan status sosial bisa kumpul dan duduk setara. Nyatanya, kepopuleran angkringan ini ternyata juga mulai dimanfaatkan untuk peredaran Narkoba.

3. Senioritas 
Menurut Siti Alfiah, penyalahgunaan Narkoba oleh pelajar dan mahasiswa biasanya diawali dari tawaran para senior mereka. Setelah mencoba dan menggunakan, barulah para pengguna pemula ini mencari jalur sendiri untuk mendapatkan Narkoba.

Di Yogyakarta sendiri sebenarnya lebih dikenal sebagai pasar untuk peredaran Narkoba. Itu sebabnya, kata Siti Alfiah, jarang sekali BNN mendapati kasus Narkoba dalam jumlah besar di Yogya. Para penyalahguna Narkoba di Yogya umumnya mendapat pasokan Narkoba dari daerah seperti Aceh, Jakarta, Malaysia dan Solo. “Untuk kasus dengan jumlah yang besar malah sering terjadi di Solo. Bahkan belum lama ini, pabriknya di Solo juga berhasil digrebek bukan?”

Pengiriman melalui jalur darat dan laut paling sering dipilih untuk mengedarkan barang terkutuk ini. Siti Alfiah mencatat, sepanjang karirnya di BNN Sleman, ia baru satu kali mendapati peredaran Narkoba seberat 3 kilogram melalui jalur udara. Narkoba itu ditemukan dalam hak sepatu yang disimpan di koper.

Saat diperiksa, pemilik koper ini adalah dua wanita yang baru melancong dari Cina. Menurut pengakuan pemilik koper yang akhirnya ditetapkan sebagai kurir Narkoba tersebut, koper yang ia bawa merupakan barang pesanan suaminya yang berkebangsaan Nigeria. “Jadi perempuan ini hanya disuruh suaminya untuk berwisata ke Cina. Dia diberi uang saku dan tiket dan disuruh plesiran selama beberapa hari. Hanya satu pesan si Suami, agar sepulangnya ke Indonesia, wanita ini juga harus membawa koper yang dititipkan kenalan si Suami. Isinya, sepintas lalu juga tidak mencurigakan. Hanya barang-barang wanita seperti baju, sepatu dan tas. Siapa sangka ternyata ada Narkoba yang disembunyikan di sepatu,” cerita Siti Alfiah.

Meski pemeriksaan selanjutnya membuktikan bahwa kedua kurir itu bukan pengguna Narkoba, namun ternyata keduanya tetap dikenakan pasal dan harus mendekam di dalam tahanan. “Bukan berarti tidak bijaksana. Aturan hukum yang berlaku memang tidak hanya diterapkan untuk mereka yang terbukti memproduksi atau memakai, tetapi siapapun yang ikut andil dalam peredaran juga bakal terjerat hukuman. Termasuk bila ada yang memiliki informasi soal peredaran tetapi tidak melapor. Itu juga bisa terjerat denda dan kurungan!”

Itu sebabnya, Siti Alfiah mengimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya warga Yogya agar segera melapor ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) atau ke BNN. Untuk wilayah Sleman bisa juga langsung menghubungi via Whatsapp (WA) di nomor 081915566669.


Ayo kita berhenti abai dengan lingkungan sekeliling! Penyalahgunaan Narkoba bisa dilakukan oleh siapa saja, tanpa memandang usia, pekerjaan dan status sosial.  Bukan tidak mungkin, Narkoba juga nanti akan menjerat orang-orang yang kita sayangi. Stop Narkoba

2 komentar

  1. saya setuju klo hukuman mati buat penjual narkoba, ini kejahatan serius

    BalasHapus
  2. Jogja itu banyak latennya karena nggak sevulgar Jakarta. Padahal ya banyak yg kecanduan narkoba.

    BalasHapus