Potret Penghubung Cinta Bapak dan Anak

http://www.uniekkaswarganti.com/2016/05/Asus-giveaway-aku-dan-kamera-ponsel.html#

“Ibu kan di rumah aja. Ngapain sih harus pakai ponsel berkamera yang canggih-canggih amat?” 

Itu tuh komentar suami saya, waktu saya (lagi-lagi) merayu supaya bisa dibeliin ponsel baru dengan kamera yang lebih mumpuni. Sadis kan? Sayangnya waktu itu saya nggak bisa berkutik. Ya iyalah, kebutuhan lain kayaknya masih banyak. Dan lebih maklum lagi, karena suami saya juga bukan tipe lelaki kekinian yang selalu update dengan perkembangan gadget. Biasanya dia baru beli ponsel baru kalau sudah dituntut oleh pekerjaannya. Buat koordinasi ini itulah, ngecek email kerjaan dan sebagainya. Makanya, saya maklum kalau Romonya Narend nggak begitu gubris waktu saya ngidam ponsel kece yang lebih canggih dari ponsel dia. Mungkin dia pikir, “Lha wong, aku yang kerjaannya segambreng aja nggak perlu pakai ponsel berkamera, istri yang hampir tiap hari di rumah kok pakai ponsel berkamera.” 

Sebenarnya, kalau mau dipikir sungguh-sungguh, pertanyaannya yang sinis itu ada benarnya juga sih. Saya kan ibu rumah tangga. Saya, hampir selalu, menghabiskan waktu seharian di rumah. Ponsel dengan kamera canggih belasan mega pixel juga buat apa? Hmmm, tapi saya punya alasan bagus kenapa saya butuh kamera kece. Mau tahu? 

Begini, di usia kehamilan tiga bulan, saya dan suami memutuskan untuk mudik ke kampung. Di kampung tempat saya dibesarkan, di kaki Gunung Lawu. Alasannya sederhana sih, masa kehamilan saya cukup payah. Ditambah lagi saya tidak cukup percaya diri kalau harus melakukan persalinan dan merawat bayi tanpa bantuan Mama. Sementara, kerja suami menuntutnya untuk sering bepergian keluar kota. Wah, kalau harus sendirian di rantau mengurus anak bayi, saya kok masih nggak percaya diri. 

Maka, sejak itu jadilah saya dan suami menjalani LDR (Long Distance Relationship). Memang tidak sampai berpisah berbulan-bulan, sekitar seminggu atau dua minggu sekali, suami pulang. Tapi tetap saja dia kerap kehilangan moment-moment perkembangan Narend. Saat pertama kali berdiri sendiri, suami tidak melihat. Dia juga kehilangan saat Narend pertama kali berjalan. Begitu juga dengan moment-moment berharga Narend lainnya. Suami saya mungkin tidak pernah mengatakan apa-apa, tapi dari ekspresinya setiap kali saya menceritakan kegiatan Narend, terlihat ada sedikit kekecewaan. Ah, kasihan Romo. 

Romo adalah panggilan kesayangan kami (saya dan Narend) untuk suami. Romo juga berarti Bapak dalam bahasa jawa. Kalau keluarga lain lebih suka memanggil bapak dengan Daddy, Papi, Papa, Ayah, Abi, maka keluarga kecil kami memilih Romo.

Oia, buat yg belum terlalu familiar dengan istilah Romo. Pernah dengerin cerita wayang atau kerajaan jaman dulu yg menyebut bapaknya dengan panggilan ramanda kan? Yah seperti itulah. Sebenarnya ada cerita panjang dibalik panggilan itu. Tapi sudahlah, itu bisa kita bahas lain waktu ya.
Untuk mengabadikan moment seperti inilah alasan kenapa ibu-ibu butuh kamera ponsel yang kece.
Untung saja, saya ini bisa dibilang ibu kekinian yang hobi mendokumentasikan kegiatan anaknya. Jadi, dengan kamera ponsel yang seadanya saya selalu mendokumentasikan kegiatan Narend. Foto dan videonya lalu saya kirimkan via email ke suami. Lumayanlah buat penghibur Romonya Narend. Dilihat dari sisi kualitas memang seadanya banget. Maklum, saya cuma pake kamera ponsel resolusi rendah. Itupun sudah jungkir balik ngambil gambarnya supaya bisa dapet hasil yang “lumayan”. Tahulah ya memotret anak yang banyak gerak kan rada repot. Belum lagi kalau pencahayaannya minim, misalnya lagi didalam ruangan begitu. Disiasati dengan aplikasi macam-macam juga nggak banyak membantu. Yah cuma bisa pasrah. Kadang, saking gemasnya dengan hasil jepretan kamera ponsel itu, saya sering “numpang” motret pakai kamera ponsel adik. Resolusinya memang cuma 2 MP. Tapi hasilnya lumayan kece lah. Tapi tetap aja nggak memuaskan. 

Beginilah hasilnya memotret di dalam ruangan yang minim pencahayaan. Biarpun posenya lumayan manis, tapi tetap aja hasil nggak optimal.
Sebenarnya ada untungnya juga kali ya terpaksa motret pakai kamera ponsel seadanya begitu. Setidaknya saya jadi punya banyak trik buat ngambil angle yang bagus buat motret Narend. Ya, biarpun harus jungkir balik, koprol depan, koprol belakang. Haiyaah. Nggak papalah ya demi memuaskan kerinduan bapak ke anaknya. 

Salah satu foto favorit Romonya Narend.

Kalau lagi beruntung, dengan bantuan Tuhan, cahaya matahari serta usaha keras ibu, ternyata bisa juga memotret dengan hasil begini.
Yang paling sedih tuh waktu foto moment ulang tahun Narend. Memang sih, ultahnya nggak dirayain gede-gedean, cuma syukuran sekeluarga aja. Tapi karena semua anggota keluarga baru bisa kumpul menjelang petang, jadilah perayaannya baru dilakukan selepas magrib. Pilihan yang salah, karena nggak ada yang punya kamera oke, jadi semua foto ulang tahun buram. Kurang cahaya. Lampu ruangan nggak cukup buat bikin fotonya bagus. Belum lagi si Narend nggak bisa diam. Goyang sana goyang sini. Fotonya buram semua deh. Terlewatlah sudah moment penting itu tanpa meninggalkan foto kenangan. Kecewa? Iyalah, makanya makin ngotot nih jadinya buat beli ponsel dengan kamera bagus. 

Ini juga yang saya jadikan “senjata” buat nodong ponsel dengan kamera yang mumpuni. Kenapa harus kamera yang nempel di Ponsel sih? Kenapa nggak minta beli kamera aja? Alasannya sederhana banget, pakai kamera itu terlalu ribet buat saya. Kudu dipindah ke laptop dulu, nggak bisa langsung edit-edit juga. Males ah. Nah, kalau belinya Ponsel berkamera kan lebih ringkes. Bisa langsung diedit, langsung share di IG atau twitter dan bisa langsung kirim ke suami. 

Kalau boleh jujur, sebenarnya saya udah lama ngincer Ponsel Asus. Setelah lihat review Ponsel Asus generasi awal di beberapa blog dan media online. Kelihatannya ponsel ini oke juga. Selain karena kualitas kameranya yang sering dipuji-puji. Tampilan luarnya juga cukup stylish. 

Terakhir sih, saya lagi naksir Ponsel keluaran Asus yang Zenfone 2 Laser ZE550KL. Sumpah naksir berat waktu lihat reviewnya yang bertebaran dimana-mana. Pengen banget punya yang kayak gitu. Body-nya slim dan harganya juga sebenarnya cukup terjangkau lho, menurut situs resminya sih cuma sekitar Rp 2.099.000 gitu. Sudah dilengkapi dengan kamera belakang 13 MP, kamera depan 5 MP, otofokus untuk meminimalisir gambar buram. Ada mode backlight pula, fungsinya supaya kita bisa lihat jelas diterik matahari. Terus..terus…. ada mode low light juga. Haiissssh. Tuh kan, semua kebutuhan saya bisa dipenuhi.

Ngeliat ulasannya, saya langsung bayangin, gimana ya rasanya ngambil gambar dari kamera 13 MP. Wah pasti jelas banget gitu. Kalau kamera depan 5MP saya rasa juga dah lebih dari cukup sih. Wong, kameranya lebih banyak saya pakai buat foto Narend, bukan buat selfie. Hiks…iya foto saya emang dikit banget. Terus…mode low light-nya itu loh bikin kesengsem juga. Kan enak tuh kalau ada fitur itu, nggak perlu jungkir balik merekayasa arah cahaya waktu motret Narend di dalam ruangan. 

Yah, mudah-mudahan aja Romonya Narend cepat terbuka hatinya dan membelikan Zenfone 2 Laser ZE 550KL. Minta doanya ya..siapa tahu juga karma baik saya berbuah cepat jadi bisa dapet Ponsel Zenfone dari Giveaway Aku dan Kamera Ponsel by uniekkaswarganti.com.

3 komentar

  1. Adanya kamera ponsel menjadi penghubung utk jiwa2 yg tak bisa bertemu tiap waktu. Hehee....
    Jadi lebih terbantu ketika rindu keluarga bisa segera send photonya hheee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak..beruntunglah kita karena terbantu oleh tekhnologi, walaupun kualitas kamera ponselnya masih seadanya banget. Hehe

      Hapus
  2. Terima kasih sudah ikutan GA Aku dan #KameraPonsel. Good luck.

    BalasHapus