Hobi Baca itu Menular, Saya Buktinya!


Hobi baca itu seperti virus. Menular dari satu generasi ke generasi berikutnya. Percaya atau tidak? Tuh lihat aja gaya si Narend. Umurnya memang baru 2,5 tahun, mengenal huruf juga baru sepotong-sepotong. Tapi lagaknya kalau lagi baca buku, kayak yang sudah fasih baca aja. Selain novel dan beberapa buku tentang spiritual dan craft, koleksi buku di rumah memang hanya komik. Kalau novel atau buku yang isinya tulisan melulu kelihatannya memang kurang menarik buat Narend. Ya iyalah, mana ngerti dia. Makanya sasaran utamanya ya komik koleksi saya.

Tua-tua begini (halah..) komik kesukaan saya sebenarnya masih unyu banget. Ya nggak jauh-jauh lah dari Doraemon (komik sepanjang masa kalau yang ini mah), Miiko dan Conan. Jadi masih amanlah buat dibaca anak-anak seumur Narend. Sebenarnya saya pernah membelikan beberapa buku dongeng anak buat Narend, tapi kelihatannya dia kok kurang tertarik ya. Malah lebih pilih baca komik, mungkin gambarnya lebih kece.

Meski akhirnya Narend menunjukkan minat lumayan besar pada buku, sebenarnya saya tidak pernah secara sengaja membuat ia menyukai buku. Kebetulan saja, saya dan Romonya memang hobi membaca. Duluuuu jaman masih cem-ceman, kami berdua bisa menghabiskan waktu seharian penuh di toko buku. Saya dimana, suami dimana. Mojok sendiri-sendiri numpang baca. Kalau pas ada duit, habis gajian ya beli lah beberapa buku. Lalu dibaca bergantian.

Kalau dirunut lagi kebelakang, hobi saya membaca buku juga sebenarnya ditularkan oleh mama. Sepanjang ingatan masa kecil saya, hampir setiap hari saya melihat mama sedang membaca. Koleksi novel dan majalahnya bertumpuk. Saya sendiri disodori majalah Bobo, biar agak tenang kali ya. Karena kayaknya waktu itu belum bisa baca, saya biasanya cukup puas hanya dengan “membaca” gambar.

Saya ingat buku pertama yang benar-benar saya baca adalah buku anak-anak yang saya pinjam dari perpustakaan sekolah TK dulu. Waktu itu kami memang diwajibkan meminjam satu untuk dibawa pulang. Saya pinjam buku judulnya “Si Pitak”. Ceritanya tentang anak yang iseng memotong rambutnya sendiri tapi hasilnya malah pitak-pitak. Bahasanya sederhana dan sampulnya berwarna putih. Sejak sukses membaca lengkap satu buku itu, kelihatannya saya makin gandrung buku. Apalagi saat SD, saya mendapat “warisan” buku-buku karangan Enid Blyton dari sepupu. Tau kan Enid Blyton? Penulis cerita anak berkebangsaan inggris yang menulis buku Lima Sekawan, Pasukan Mau Tahu, Malory Towers dan masih banyak lagi.
Jadilah buku-buku itu makanan saya sehari-hari. Makin besar, saya mulai membaca novel koleksi mama yang hampir semuanya karya penulis Indonesia seperti Maria A Sardjono, S Mara GD, V Lestari dan Mira W. Nggak lama, ludes semua saya baca. Saat SMA, saya mulai penasaran dengan novel-novel karya penulis luar seperti Sidney Sheldon dan John Grisham. Genre-nya memang berbeda dengan bacaan-bacaan saya sebelumnya, tapi saya menikmati semuanya.

Gara-gara kerajingan baca itu, saya jadi suka sok menganalisa sendiri. Oooh kalau novelnya Mira W itu hampir selalu bercerita tentang dokter, rumah sakit, atau setidaknya berkaitan dengan itu. Maria A Sardjono kerap menampilkan perempuan berlatar belakang budaya Jawa yang sangat kental. Buku-buku John Grisham hampir selalu berhubungan dengan pengacara, kasus hukum dan pengadilan. Tapi favorit saya Sidney Sheldon. Cara bertuturnya lugas alurnya cepat tapi menarik untuk diikuti dan ia sangat fasih berbicara tentang banyak tema, mulai dari politik, hukum, psikologi. Huaaah Hebat lah.

Membaca itu membantu saya belajar berpikir dan berbicara runut. Ya setidaknya begitu perasaan saya. Hehehehehe. Dan itu sangat membantu saat saya mulai menjadi wartawan. Sebagai jurnalis, kita kan harus melaporkan peristiwa secara runut supaya mudah dipahami. Nah, masalahnya di lapangan, informasi yang kita dapatkan itu sepotong-sepotong dan tentu saja tidak berurutan. Seringkali ada missing link yang membuat keseluruhan cerita jadi tidak utuh. Kalau saya nggak terbiasa baca buku Sidney Sheldon mungkin nggak kepikiran kalau ada sesuatu yang missing. Nah sebagai jurnalis, tugas kitalah untuk merangkum seluruh informasi yang kacau balau tadi menjadi rangkaian cerita yang utuh sehingga mudah dipahami pembaca. Dan yang lebih penting lagi, harus bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Makanya, saya pusing tuh kalau ada  informasi yang tersembunyi begitu. Harus investigasi sendiri. Wah berasa kayak detektif banget, kebanyakan baca lima sekawan kayaknya. Hahahaha..

Belakangan setelah jadi agak “dewasa” dan jadi ibu, genre bacaan saya agak bergeser. Mulai deh saya membaca novel-novel sejarah, buku-buku spiritual. Dan karena suami kesegsem berat dengan buku-buku Pramoedya Ananta Toer, saya mulai tertarik juga. Kelihatannya seru. Cara bertuturnya kan beda banget dengan bacaan saya. Yah, tapi novel tema-tema perempuan tetap saya baca sih, seperti karangan Pearl S Buck. Waaahh penulis yang satu ini juga kece berat, penjelasan dan penggambarannya selalu detail, sampai ke aksesoris pakaian pun digambarkan detail. Apa memang itu karakter penulis perempuan ya? Tengok saja karya Agatha Christie, Danielle Steele dan J.K Rowling. Kalau penulis cowok biasanya sih nggak terlalu detail di bagian itu tapi cermat dan lumayan vulgar kalau menulis adegan ranjang. Coba deh dicermati.

Gara-gara hobi baca, saya juga suka menulis. Yah walaupun nggak bagus-bagus amat seperti para penulis favorit saya, tapi nggak bikin pusing juga kan? Makanya setelah “pensiun” jadi wartawan dan beralih jadi fulltime mother saya mulai belajar nge-blog. Itung-itung melepas stress. Sebenarnya sih, saya juga sedang menggodok beberapa tulisan untuk buku. Temanya juga nggak jauh-jauh seputar dunia perempuan sih. Ada fiksi ada juga yang non fiksi. Moga aja saya bisa konsisten ngerjainnya, supaya nanti bisa dikirim buat diterbitin ama Stiletto Book.

Sudah tahu Stiletto Book? Ah ini penerbit emang kece punya. Basecamp nya di Jogja, tempat saya kuliah dulu. Haissh basecamp, maksudnya kantornya di Jogja gitu. Penerbit ini memang mengkhususkan diri sebagai penerbit buku perempuan. Namanya saja Stiletto, perempuan banget. Nah, pas banget kan dengan kebutuhan saya. Dapet info penerbit ini juga nggak sengaja, lagi ngecek timeline facebook, terus ada temen yang status soal Stiletto Book. Pas ngecek situs resminya, saya bisa mendapat info lengkap tentang penerbitan ini, hingga cara mengirim naskah ke sana. Kamu bisa cek cara kirim naskahnya disini. Duh semoga saja nanti bisa kerjasama beneran dengan Stiletto Book. Dan bisa menerbitkan buku sendiri.

Memang sih sekarang serba digital. Banyak pihak memprediksi era media cetak, termasuk buku akan segera tamat. Tapi saya kok nggak sependapat ya. Buku, dalam wujudnya yang nyata, tebal, penuh tulisan, rasanya akan tetap memiliki pasar sendiri. Buat saya pribadi misalnya, membaca buku tetap menyenangkan bisa dibaca berulang-ulang tanpa khawatir batere habis atau listrik mati misalnya. Buku, dengan segala kerepotannya akan tetap nyaman untuk dibawa kemana pun. Buku bahkan bisa diwariskan, ya seperti yang saya dapat dari sepupu dan ibu saya.

Kadang miris juga melihat sebagian orang kita yang ogah-ogahan baca buku. Alasannya klise, "Baca buku membosankan, apalagi kalau bukunya tebal, bikin pusing." Ah, kalau menurut saya orang seperti ini sih cuma karena dia belum menemukan buku yang tepat dengan selera dia saja. Beberapa buku memang ditulis dengan bahasa yang formal, tergantung penulisnya. Tapi belakangan banyak juga buku yang memakai bahasa informal, bahasa gaul sehingga relatif lebih mudah dicerna.

Saya yakin, kebanyakan orang sudah paham. Membaca buku sama bermanfaatnya dengan minum susu, tapi kenapa banyak orang masih malas baca buku dan minum susu? Apa mungkin karena baca buku nggak dianggap sebagai kegiatan yang gaul? Ah, nggak juga, dimata saya, cowok yang hobi baca buku itu keren kok. Seru malah, karena biasanya pengetahuannya luas, bisa diajak ngobrol macam-macam, bisa dimintai saran dan pendapat tentang banyak hal. Kurang keren gimana coba?

Tulisan ini diikutsertakan untuk :
 “LOMBA BLOG ULANG TAHUN KELIMA PENERBIT STILETTO BOOK”
Tema: Campaign “Book Addict is the New Sexy”

Nama Lengkap : Esmasari Widyaningtyas
FB :Wiwied Widya [https://www.facebook.com/wiwied.widya.754]
Email : widyanarendra@gmail.com

Tidak ada komentar