Ajak Narend beberes rumah

Ibu rumah tangga dengan anak balita, kebanyakan punya keluhan yang sama. Rumah selalu berantakan. Baru bersih-bersih, nggak lama kemudian tumpahlah makanan si kecil. Baru kelar beberes, nggak nyampe lima menit kemudian mainan si kecil sudah berceceran di segala penjuru rumah. "Ah itu mah biasa, namanya juga punya anak kecil." Ada juga yang berpendapat begitu.

Tapi kalau saya sih, paling nggak tahan lihat rumah kayak kapal pecah. Nggak nyaman rasanya, jadi kalau kelihatan saya menyapu rumah sampai lima atau enam kali sehari, itu biasa banget ya. Sejak masa muda dan masih ngekost dulu, saya memang rada freak dengan kerapihan dan kebersihan. Teman-teman saya sudah hapal itu.

Jadi masalahnya adalah ketika saya punya anak, ya si Narend itu, aktivitas beberes rumah jadi makin tinggi frekuensinya. Apalagi, setelah Narend makin besar dan doyan lari kesana kemari, main bola, main dinosaurus. Macam-macam lah mainnya dan lama pula. Seperti nggak ada capeknya kalau main. Sebentar ngajak main ini, nggak lama kemudian bosen ganti mainan yang lain lagi. Haadeeeww, saya pun hampir kewalahan membagi waktu beberes dan bermain bersama Narend. Sungguh nggak sanggup deh.

Sebenarnya bisa aja sih, saya biarkan Narend bermain sementara saya beberes. Tapi kapan selesainya? Atau saya biarkan dulu rumah berantakan selama dia main dan baru saya bereskan setelah dia tidur? Ini juga nggak berlaku buat saya. Karena begitu dia bangun, hasil jerih payah saya beberes pun tersia-sia. Wah nggak bisalah begini terus.

Pikir-pikir, akhirnya saya ambil jalan tengah ajalah. "Jalan tengah" memang yang terbaik. Ketimbang energi itu bocah habis buat berantakin mainan, saya tawarkan mainan baru buat Narend, yaitu kemoceng. Jadi sementara saya beberes, Narend bisa bantu bersih-bersih meja, kursi, kaca. Eh, ternyata langsung antusias lho dia. Malah belakangan pengen ikut nyapu juga, sayang sapunya masih terlalu besar. Saya belum nemu sapu mini buat Narend. 

Ketagihan, saya ajak Narend untuk terlibat lebih banyak dalam pekerjaan rumah tangga. Dia ikut berkebun, saat saya masak, Narend juga ikut sambil ngulek ketumbar. Kadang sambil main dengan kopi sachet. Makin lama, saya pikir ada baiknya juga mulai mengajarkan Narend untuk mulai "rapi" sejak dini. Misalnya nih, saat dia nggak sengaja menumpahkan sus ke lantai. Alih-alih ngomel sambil membersihkan tumpahan susu, saya minta dia untuk mengambil sendiri lap bersih di belakang dan membersihkan tumpahan susu. Saya tunjukkan dimana tempat mengambil lap, dan tentu saja saya awasi selama dia membersihkan. Tanpa saya bantu sama sekali. Memang kerjaan Narend masih jauh dari sempurna, maka saya harus mengulangi membersihkan. Yah, apa sih yang bisa kita harapkan dari anak usia 2,5 tahun. Tapi nggak masalah, yang penting dia belajar. Lama-lama juga bisa sempurna kerjanya.

Nggak butuh waktu lama buat belajar, Narend sudah biasa membawa piring bekas makanannya ke dapur sendiri. Kalau ada yang tumpah, otomatis dia cari lap di belakang. Sehabis bermain, mainan dikembalikan ke tempatnya (kalau yang terakhir ini masih harus diingatkan).

Jadi kesimpulannya, jadi ibu rumah tangga itu nggak terlalu capek kok. Kadang kita ngerasa capek, tenaga terkuras, karena kita mengerjakan semuanya sendiri. Padahal, kalau kita mau lebih memberdayakan anak dan suami (tentu saja) pekerjaan rumah jadi lebih ringan. Dan kita masih punya waktu buat mengerjakan hobi, maskeran, luluran atau sekedar kumpul-kumpul bareng anggota keluarga. Stres juga berkurang.

Bonus lainnya, ini bisa jadi kesempatan kita untuk lebih kompak dan membangun komunikasi yang baik dengan anak. Ko bisa? Iyalah, inikan namanya kerjasama, saat bekerjasama, kita tentu perlu menjalin komunikasi yang baik dengan "rekan" kita. lebih dari itu, anak jadi paham bahwa dia ikut bertanggung jawab terhadap kebersihan tempat dia tinggal.  



Tidak ada komentar