Kartini dan Emansipasi

Selamat Hari Kartini!!

 Dan seperti tahun-tahun sebelumnya, selain dipenuhi festival dan parade baju daerah, lomba masak dan kegiatan kewanitaan lain, Hari Kartini membuat kita tiba-tiba membicarakan lagi soal emansipasi wanita. Walaupun tidak banyak yang memahaminya. Apa hubungan Kartini dengan emansipasi wanita Indonesia?

Apa sebenarnya hal luar biasa yang dia lakukan sehingga pantas dinobatkan sebegai pahlawan emasipasi wanita Indonesia? Selain menuliskan pikirannya dalam surat-surat kepada rekannya di Belanda sono, yang lantas dibukukan. Tindakan konkrit apa yang sudah dia lakukan? Kartini muda bahkan “seolah” tidak berdaya melawan desakan keluarganya untuk menikah muda dengan lelaki pilihan orang tua.

Andai surat-surat Kartini tidak pernah dibukukan. Andai surat-suratnya hanya dianggap angin lalu oleh sang penerima surat, kita mungkin tidak akan mengenal siapa Kartini. Dan toh, juga tidak merasakan perubahan apa-apa. Makanya, terus terang sampai sekarang rasa penasaran saya itu hingga kini masih belum terjawab. Setidaknya belum ada jawaban yang memuaskan hati.

Dibandingkan dengan Cut Nyak Dien, yang mengangkat senjata melawan kolonialisme, dibandingkan dengan peran besar Gayatri, Sang Ibu Suri di era awal Kerajaan Majapahit, atau keberanian Tribuana Tunggadewi Jaya Wisnuwardhani, raja wanita Kerajaan Majapahit apalah kelebihan seorang Kartini. Menulis surat? Saya bukannya tidak suka dengan Kartini, hanya saya merasa banyak tokoh wanita lain yang berbuat nyata dan layak menjadi symbol emansipasi wanita Indonesia. Kenapa harus Kartini?

Lebih dari itu, seperti kebanyakan peringatan nasional kita yang lain, Hari Kartini atau mendingan kita bilang Hari emansipasi Wanita aja ya? hanya dimaknai sebatas kulit luar. Oooh emansipasi…Ohh itu artinya wanita juga bisa melakukan pekerjaan laki-laki. Nah lho? Apanya yang baru? Perempuan jadi supir, itu berarti emansipasi, perempuan jadi polisi juga emansipasi. Asal tahu saja ya, sejak jaman kerajaan dulu, masa Indonesia masih dikenal sebagai Nusantara, perempuan bahkan bisa menjadi Raja, perempuan juga menjadi anggota inteljen, perempuan, juga bekerja di sawah. Bukan sesuatu yang luar biasa tuh.

Pekerjaan laki-laki dan pekerjaan perempuan. Pembagian itu sebenarnya atas dasar apa sih? Selain, hamil, melahirkan dan menyusui yang memang hanya bisa dilakukan oleh perempuan, semua pekerjaan sepatutnya bisa dikerjaan oleh siapa saja tanpa harus membedakan gender. Emansipasi di mata saya, bukan masalah pekerjaan laki-laki yang bisa dilakukan perempuan. Emansipasi dalam kepala saya berarti kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Bukan hanya soal bekerja dan kesempatan bekerja, tetapi juga berarti pembagian beban kerja. Berarti juga kesetaraan dalam mendapatkan hak. Kalau laki-laki bisa mendapat kenyamanan dan merasa aman saat pulang malam, perempuan sepatutnya mendapat kenyamanan dan rasa aman yang sama. Kalau perempuan bisa bekerja sambil mengurus anak, memasak dan membersihkan rumah, laki-laki harusnya juga bisa!! Itu namanya Emansipasi!

Tidak ada komentar