Setelah sembilan bulan.

Siapa sangka bulan  ini sudah sembilan bulan saya menjalani rutinitas sebagai ibu. Sembilan bulan berkutat dengan tetek bengek soal rumah tangga, soal anak. Dari yang buta sama sekali dengan pengetahuan nol besar. Ya benar nol besar. Sebesar-besarnya, segeda bangong. Hahahahaha.....
Bayangin aja, sebelumnya saya ini jelas-jelas bukan penyuka anak. Jadi untuk urusan momong anak, haduh mending jauh-jauhin deh.

Sampai saya baru melahirkan pun, saya tidak tahu bagaimana cara menggendong anak sendiri. Hahh, ibu macam apa saya ini. Jangan ditiru ya. Tapi saya tidak punya pilihan lain kan? Masak saya harus mengundurkan diri jadi ibu? Nah anak saya ja baru lahir. Nggak mungkin saya masukkin lagi ke perut, karena hamil pun rasanya juga luar biasa membingungkan. 

Jadilah saya, yang tidak punya pilihan lain ini, harus belajar dari awal mula sekali bagaimana menjadi ibu. Tentang cara menyusui, tentang kesehatan bayi, soal makanan bayi, tentang cara menstimulus bayi. Dan bla bla bla.......masih banyak hal-hal lainnya. Pantas saja, buku tentang merawat bayi, kelahiran, kehamilan dan sebangsanya itu begitu banyak di toko buku, ternyata mengurus anak itu memang perlu ilmu yang luar biasa banyaknya. Apalagi, mengurus anak manusia itu berbeda sama sekali dengan membuat kue atau merawat mesin mobil. Tidak ada anak yang sama, kadang perlakuan yang sama belum tentu membawa hasil yang seragam. Ada faktor X yang juga punya pengaruh besar terhadap tumbuh kembang dan pembentukan karakter anak. Urusan faktor X ini sayangnya tidak selalu bisa kita kontrol. Jadi, tugas dan tanggung jawab orang tua ini, memang bukan hal sepele. Bukan sekedar peran yang melekat karena kita melahirkan anak.
Ini soal hidup manusia yang diserahkan kepada kita. Gila...tapi tetap menyenangkan.
 
Jadi, saya pelan-pelan mulai belajar bagaimana mengurus anak manusia. Jangan ditanya bagaimana stresnya. Sungguh, buat ibu-ibu yang lain, yang mungkin lebih berpengalaman soal anak, kekalutan saya ini mungkin kelihatan berlebihan. Tapi begitulah saya. Punya anak, membuat saya keteteran membagi waktu untuk istirahat. Rasanya tidak ada waktu luang lagi untuk saya sekedar mendapatkan waktu untuk bersantai sejenak. Mau luluran, Narend sudah merengek minta nenen. Mau makan, Narend suh minta nenen lagi. Mau santai nonton tv sebentar, atau sekedar balas sms, rasanya juga tidak sempat.

Untunglah semuanya tidak  berlangsung terlalu lama, pelan saya mulai beradaptasi. Saya memulainya dengan menerima kenyataan, bahwa saya seorang ibu. Bahwa saya sekarang punya tanggung jawab dan peran baru yang harus saya jalankan dengan sebaik-baiknya. Kenyataan bahwa saya memang harus melewati tahap kehidupan yang ini untuk menjadi orang yang lebih baik. Jadi saya terima saja kenyataan itu.

Dan lalu, tiba-tiba semua tidak terasa sulit. Saya toh punya banyak bala bantuan yang siap membantu kalau saya kerepotan. Tiba-tiba saja, saya kembali punya waktu untuk luluran, untuk membalas sms, untuk menulis blog, hehehehe...dan saya masih tetap bisa mengurus Narend. Mungkin memang tidak sempurna. Mana ada pula orang tua yang sempurna kan? Sekali lagi, saya terima saja kenyataan bahwa saya bukan ibu yang sempurna. Banyak kekurangan. kadang saya juga lalai sampai Narend terjatuh dari tempat tidur. Toh nanti saya juga tidak berharap Narend menjadi anak yang sempurna (entah sempurna versi siapa).. Saya cuma ingin anak saya menjadi manusia yang selalu bahagia. 

Keadaan yang terjadi diluar sana tidak selalu sejalan dengan keinginan kita, dan kita bisa membuat miliaran alasan untuk mengutuk kehidupan. Lantas buat apa? kalau kehidupan, seperti yang dibilang orang-orang itu, berjalan terlalu singkat. Kenapa harus dihabiskan untuk mengutuk kehidupan? Terima saja apa yang hadir. Walau dunia berubah menjadi neraka sekalipun, kita tetap bisa menciptakan surga kita sendiri. 

Jadi, apapun jalan yang dipilih Narend nanti, apapun yang ingin dia capai, saya berharap dia bisa bahagia menjalani hidupnya. Sebahagia saya saat ini.

Tidak ada komentar